BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Semua
orang tua pada umumnya sangat mengharapkan agar anaknya mempunyai pertumbuhan
dan perkembangan seperti anak normal pada umumnya, tetapi tidak semua orang tua
memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Ada beberapa orang tua yang “tidak
beruntung”, anaknya tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara normal
seperti pada anak normal lainnya. Misalnya anak memiliki kelainan mental
emosional.
Anak
berkelainan mental emosional memiliki klasifikasi diantaranya adalah
tunagrahita dan tunalaras. Tunagrahita dan tunalaras termasuk kedalam kategori
anak berkebutuhan khusus yang memerlukan penanganan-penanganan khusus untuk
mengatasinya. Maka disini kita sebagai guru maupun orang tua yang telah
mengetahui bahwa anaknya termasuk anak yang berkelainan mental emosional perlu
memberikan layanan pendidikan dan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan anak,
sehingga anak mendapat perlakuan yang tepat.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Apakah
bentuk layanan pendidikan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita dan
tunalaras ?
2. Apa
sajakah fasilitas yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui layanan pendidikan yang dapat diberikan pada anak tunagrahita dan
tunalaras
2. Untuk
mengetahui fasilitas apa saja yang dapat disiapkan untuk anak tunagrahita dan
tunalaras
D. Manfaat
1. Manfaat
bagi orang tua
a. Agar
orang tua dapat memberikan pelayanan pendidikan yang tepat kepada anak yang
memiliki kelainan mental emosional yang dapat di aplikasikan dirumah.
b. Agar
orang tua dapat menyediakan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan anak yang
berkelainan mental emosional dan dapat menyediakannya dirumah.
2. Manfaat
bagi guru
a. Agar
guru dapat memberikan pelayanan pendidikan yang tepat kepada anak yang memiliki
kelainan mental emosional yang dapat di aplikasikan dsekolah.
b. Agar
guru dapat menyediakan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan anak yang
berkelainan mental emosional dan dapat menyediakannya disekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
Layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan mental emosional meliputi anak
tunagrahita dan anak tunalaras.
A. Tunagrahita
Tunagrahita atau anak dengan hambatan
perkembangan dikenal juga dengan berbagai istilah yang selalu berkembang sesuai
dengan berbagai istilah yang selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan layanan
terhadapnya. Istilah yang berkaitan dengan pemberian “label” terhadap tunagrahita
antara lain mentally retarded, mental retardation, students with learning
problem,intellectual disability, feeblemindedness, mental subnormallity,
amnetia dan oligophornia.
1. Pelayanan
pendidikan yang dapat diberikan kepada anak dengan tunagrahita adalah :
a. Kelas
transisi
Merupakan kelas bagi anak tunagrahita
yang berada disekolah regular sebagai persiapan dan pengenalan pengajaran
dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
b. Sekolah
khusus (sekolah luar biasa bagian C dan C1 )
Layanan pendidikan untuk anak
tunagrahita yang diberikan pada sekolah luar biasa. Kegiatan belajar mengajar
sepanjang hari dikelas khusus, untuk anak tunagrahita ringan dapat dapat
bersekolah di SLB-C sedangkan anak dengan tunagrahita sedang dapat bersekolah di
SLB-C1.
c. Pendidikan
terpadu
Anak tunagrahita belajar bersama-sama
dengan bimbingan guru reguler pada sekolah reguler. Jika anak tunagrahita
mempunyai kesulitan akan mendapat bimbingan dari guru pembimbing khusus dari
SLB terdekat.
d. Program
sekolah dirumah
Program ini ditujukan bagi anak
tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pendidikan disekolah khusus karena
keterbatasan.
e. Program
inklusif
Layanan pendidikan inklusi
diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama
dengan anak reguler, dengan kelas dan guru atau pembimbing yang sama.
f. Panti
rehabilitasi
Panti ini ditujukan bagi anak
tunagrahita berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan
pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran atau motorik.
Program panti asuhan lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti
ini terbatas dalam hal pengenalan diri, sensori motor dan persepsi, motorik
kasar dan ambulansi(pindah dari satu ketempat lain), kemampuan berbahasa dan
komunikasi, binadiri dan kemampuan social.
Pendekatan layanan pendidikan anak
tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan individual dan pendekatan
remidiatif. Tujuannya adalah penguasaan kemampuan aktifitas kehidupan
sehari-hari dalam mengelola diri sendiri. Sedangkan bentuk layanan
pembelajarannya adalah meliputi latihan sensomotorik, terapi bermain dan
okupasi dan latihan mengurus diri sendiri.
Bimbingan perkembangan perilaku adaptif
siswa tunagrahita disekolah tingkat sekolah dasar atau sekolah reguler dengan
pendekatan inklusi merupakan bimbingan pribadi social dan konselingnya bersifat
perseorangan. Konseling terhadap siswa tunagrahita dilakukan karena mereka
banyak mengalami gangguan-gangguan emosional disebabkan oleh kondisi sosial
yang negatif, disamping mereka sendiri tidak mampu melakukan komunikasi secara
verbal ( Bootzin,R.R. dan Acocella,J.R.,1988:485 ). Layanan konseling
perorangan memungkinka peserta didik tunagrahita mendapatkan layanan langsung
oleh guru kelas selaku konselor. Bentuk bimbingan dan konseling terhadap siswa
tunagrahita disekolah perlu adanya penyesuaian yang berdasarkan atas
karakteristik khusus, kebutuhan setiap siswa, tujuan dan sasaran (target
behavior), dan aspek perkembangan pribadi-sosial.
2. Sasaran
layanan bimbingan pengembangan perilaku non-adaptif disekolah yang menangani
siswa tunagrahita meliputi :
a. Bimbingan
ditujukan kepada semua individu yang berkelainan tanpa memandang umur, suku, agama,
dan status social ekonomi.
b. Bimbingan
berurusan dengan pribadi yang berkelainan serta unik
c. Bimbingan
memperhatikan sepenuhnya terhadap tahap dan berbagai aspek perkembangan
individu yang berkelainan, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi dan
kekuatan yang dimiliki indvidu siswa tunagrahita.
d. Bimbingan
memberikan perhatian utama kepada perbedaan individu yang menjadi pokok
layanannya.
3. Model
Pembelajaran yang dapat diterapkan pada Anak Tunagrahita
Model pembelajaran yang dapat diterapkan
pada anak tunagrahita adalah The Behavioural Model (Model Perilaku) adalah
suatu model pembelajaran yang didasarkan pada urutan tahapan belajar yang ketat
dan menggunakan penguatan (reinforcement) untuk mendapatkan tingkah laku yang
dapat di amati.
Implikasi
model ini dalam pembelajaran dapat dipersepsi dalam tiga segi sebagai berikut:
a. Segi
guru:
·
Menyajikan materi pelajaran secara
bertahap.
·
Pemahaman tentang hasil tes materi
pelajaran diperoleh dengan cara mengamati jawaban-jawaban yang diungkapkan dan
menghargai jawaban yang benar dan baik.
b. Segi
Murid:
Menujukkan
pemahaman dengan memancarkan tanggapan perilaku yang diinginkan.
c. Segi
Materi Pelajaran:
Pada umumnya mencakup
keterampilan-keterampilan dasar yang ditentukan oleh tujuan perilaku yang telah
ditetapkan dan ditunjukan dalam urutan langkah-langkah yang logis.
Teori model perilaku ini dikaji
berkenaan dengan teori-teori pembelajaran, asumsi-asumsi, keistimewaan dan
kekritisan model. Model perilaku pada pengajaran ini berasal dari teori-teori
pavlov, Thorndike dan Skinner.
Kata “ perilaku ’’ sendiri digunakan
oleh para pakar perilaku untuk menjelaskan tanggapan (respon) yang dapat
diamati atau diobservasi dalam bentuk apapun.
Dengan menggunakan model ini kegiatan
belajar anak tunagrahita dapat berlangsung sesuai dengan tahapan belajar yang
telah disusun oleh guru secara ketat sejalan dengan tingkat kemampuan anak
secara individu. Di samping itu melalui model ini penguatan (reinforcement) dan
guru senantiasa diperoleh oleh anak, sehingga anak tunagrahita yang perkembangan
mentalnya terhambat itu dapat ditingkatkan peran sertanya dalam kegiatan
belajar mengajar melalui bimbingan dan penguatan yang kontinu (berkelanjutan)
sesuai dengan kondisi anak secara individual..
4. Strategi
Pembelajaran dalam Pendidikan Anak Tunagrahita
Strategi pembelajaran dalam pendidikan
anak tunagrahita pada prinsipnya tidak jauh berbeda penerapannya dengan
pendidikan pada umumnya. Pada anak tunagrahita ringan dan sedang mungkin lebih
efektif menggunakan strategi pembelajaran yang menekankan latihan yang tidak
terlalu banyak menuntut kemampuan berfikir yang kompleks.
a. Strategi
Pembelajaran Individual dan Individualis Pengajaran.
Pembelajaran individual atau
individualisasi pengajaran itu berbeda maknanya dari pengajaran individual. Pengajaran
individual adalah pengajaran yang diberikan kepada murid-murid seorang demi
seorang atau secara terpisah. Sedangkan individualisasi pengajaran adalah
pengajaran yang diberikan oleh guru kepada asing-masing anak, mskipun mereka
belajar bersama dan berada bersama-sama didalam satu kelas atau kelompok. Untuk
mencapai individualisasi pengajaran yang baik harus disesuaikan dengan minat
belajar mengajar murid, juga mesti disesuaikan dengan pilihan, kemampuan
belajar dan hasil-hasil yang telh dicapai oleh seorang murid. Komponen yang
penting bagi individualisasi pengajaran adalah pengelompokkan murid-murid
menjadi beberapa kelompok belajar. Pendidikan anak tunagrahita pada umumnya
memerlukan sistem pengajaran individual disamping pengajaran klasik,yang penting
bukan individual atau klasikalnya, melainkan individualisasi pengajaran;
artinya dalam pelaksanaannya boleh individual, kelompok dan boleh klasikal.
b. program
Pendidikan Individual (PPI atau IEP)
Program pendidikan individual (PPI) ini
merupakan terjemahan dari The Individualized Education Program (IEP). Sesuai
dengan namanya, PPI atau IEP adlah suatu program pendidikan yang disusun untuk
setiap anak luar biasa. Cakupan PPI jauh lebih luas dari program
individualisasi pengajaran, karena PPI tidak hanya mencakup kurikulum bagi
siswa, tetapi juga penempatan, lembaga-lembaga yang terkait dalam pendidikan
murid tersebut, serta berbagai aspek lain yang terkait. Kegunaan PPI adalah
untuk menjamin bahwa tiap murid luar biasa di SLB maupun disekolah umum memiliki
suatu program yang di individulisasikan untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan
khas yang dimiliki murid dan mengkomunisasikan program tersebut kepada
orang-orang yang berkepentigan dalam bentuk suatu program yang sistematis.
Program ini juga dapat membantu para guru untuk mengadopsikan program umum dan
atau program khusus bagi anak luar biasa yang bertolak atas kekuatan,
kelemahan, dan minat anak.
5. Kurikulum
Pendidikan Anak Tunagrahita
Kurikulum pendidikan untuk anak
tunagrahita ringan, sedang, dan berat berbeda-beda. Pendidikan anak tunagrahita
berat menggunakan kurikulum yang sederhana sekali, misalnya membiasakan makan
pada jam-jam tertentu, bergantung pakaian kalau diperlukan, berpindah tempat
dan sebagainya. Demikian pula halnya kurikulum untuk anak tunagrahita ringan
dan untuk anak normal. Jika kurikulum untuk anak tunagrahita ringan banyak
memberikan tekanan kepada pelajaran membaca, maka untuk anak tunagrahita sedang
tekanan tersebut hanya sedikit saja.
Menurut peraturan pemerintah RI Nomor 72
tahun tentang pendidkan luar biasa bahwa bentuk satuan pendidikan luar biasa
termasuk anak tunagrahita (ringan dan sedang) sebagian contoh bentuk satuan
pendidikan luar biasa untuk anak tunagrahita ringan:
a. Taman
kanak-kanak luar biasa (TKLB)
Tingkat ini untuk anak-anak yang bermur
antara 4-6 tahun umur kecerdasan nya antara 2,5-4 tahun.
b. Sekolah
dasar luar biasa (SDLB)
Tingkat ini untuk masing-masing anak
yang berrumur antara 7-12 tahun: umur kecerdasan nya antara 5-9 tahun
c. Sekolah
lanjutan tingkat pertama luar biasa (SLTPLB)
Tingkat ini untuk anak-anak yang berumur
antara 13-15 tahun: umur kecerdasan nya berkisar antara 9-11 tahun
d. Sekolah
menengah luar biasa (SMLB)
Tingkat ini untuk anak-anak yang berumur
antara 16-18 tahun. Umur kecerdasan berkisar antara 10-12 tahun.
6.
Fasilitas Pendidikan Anak Tunagrahita
Fasilitas pendidikan anak tunagrahita
relative sama dengan fasilitas pendidikan untuk anak normal di sekolah taman
kanak-kanak pada umumnya. Fasilitas ini lebih diarahkan untuk latihan
sensorimotorik dan pembentukan motorik halus. Secara garis besar fasilitas
pendidikan yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak tunagrahita adalah:
a. Fasilitas
pendidikan yang berkaitan dengan latihan sensorimotor
Berkaitan dengan visual
(berbagai bentuk benda, manik-manik, warna dan sebagainya). berkaitan dengan
perabaan dan motorik tangan (manik-manik, benang, crayon, wash, lation, kertas
amril dan sebagainya), berkaitan dengan koordinasi (menera gelang, puzzle,
meronce dan sebagainya).
b. Fasilitas
pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari misalnya
latihan kebersihan dan gosok gigi, latihan berpakaian dan memakai sepatu,
bermain dengan boneka dan alat lainnya dan sebagianya.
c. Fasilitas
pendidikan yang berkaitan dengan latihan motorik kasar. Misalnya latihan bola
kecil dan besar, permainan keseimbangan dan sebagainya.
B. Tunalaras
1. Pengertian
Anak Tunalaras.
Anak tuna laras merupakan anak yang
mengalami hambatan atau kesulitan untuk menyesuaikan diri di lingkungan
sosialnya. Dia melakukan sesuatu itu diluar norma – norma yang berlaku.
2. Pelayanan
Pendidikan.
Bentuk pelayanan pendidikan dapat
diselenggarakan di SLB khusus bagi anak tunalaras (SLB-E). Berdasarkan data
statistik tahun 2003 yang dikeluarkan Direktorat Pendidikan Luar Biasa
menyebutkan bahwa jumlah anak tunalaras sebanyak 351 orang, dengan jumlah 12
(dua belas) Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras. Ada pula Departemen terkait
yang memberikan pelayanan pendidikan bagian anak nakal yaitu Departemen
Kehakiman dan Departemen Sosial. Pada umumnya Departemen Kehakiman menampung
“anak negara” yaitu anak delinkwensi atas putusan pengadilan dicabut hak
mendidik dari orang tuanya kemudian diambil oleh pemerintah. Mereka dipelihara
sampai berumur 18 tahun sebagai batas ukuran dewasa, sedangkan Departemen
Sosial memelihara mereka berdasar titipan dari orangtua, karena orangtua sudah
merasa kewalahan. Atau hasil razia anak gelandangan atau terlantar yang sulit bila
dikembalikan kepada orangtuanya karena keadaan tidak mampu atau sangat miskin.
Di dalam pelaksanaan penyelenggaraannya
kita mengenal macam-macam bentuk penyelenggaraan pendidikan anak
tunalaras/sosial sebagai berikut:
a.
Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan
di sekolah reguler. Jika diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang
menunjukan gejala kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka.
Mereka masih tinggal bersama-sama temannya di kelas,
hanya saja mereka mendapat perhatian dan layanan yang
lebih khusus.
b.
Kelas khusus apabila anak tunalaras
perlu belajar terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala
kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu
diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah
dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu
dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan
dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap membimbing anak.
c.
Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras
tanpa asrama. Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan
kataanak yang lain karena kenakalannya cukup berat atau
merugikan teman sebayanya.
d.
Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang
kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan teman maupun
dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan
agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama
adalah untuk keperluan penyuluhan.
3. Bentuk Satuan
dan Lama Pendidikan
a. Bentuk
satuan Pendidikan Luar Biasa Tunalaras terdiri dari:
-
Sekolah Dasar Luar Biasa selanjunya
disebut SDLB, merupakan bentuk satuan pendidikan yang menyiapkan siswanya untuk
dapat mengikuti pendidikan pada jenjang SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama) baik melalui pendidikan terpadu atau kelas khusus.
-
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar
Biasa (SLTPLB) merupakan bentuk satuan pendidikan yang menyiapkan siswanya
dalam kehidupan bemasyarakat dan memberi kemungkinan untuk mengikuti pendidikan
pada SMLB atau Sekolah Menengah (SMU/SMK) reguler melalui Pendidikan Terpadu
dan atau kelas khusus.
-
Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB)
merupakan bentuk satuan pendidikan yang menyiapkan siswanya agar memiliki
keterampilan yang dapat menjadi sumber mata pencaharian sehingga dapat hidup
mandiri di masyarakat atau mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi.
b. Lama
Pendidikan
Lama
pendidikan setiap satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras adalah sebagai berikut
:
-
SDLB, berlangsung selama
sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun.
-
SLTPLB, berlangsung sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun.
-
SMLB, berlangsung selama
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
4. Tenaga
Kependidikan.
Tenaga kependidikan pada satuan
Pendidikan Luar Biasa tunalaras terdiri atas kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, guru yang berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa khususnya tunalaras
serta anggota masyarakat yang tidak di didik khusus sebagai guru
Pendidikan Luar Biasa tetapi mempunyai keahlian dan kemampuan tertentu yang
dapat dimanfaatkan oleh peserta didik dalam kegiatan belajar.
5. Program
Pengajaran
a. Kurikulum
SDLB meliputi:
-
Program Umum. Isi program umum Kurikulum
SDLB disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Dasar dengan memperhatikan
keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
-
Program Khusus. Isi program khusus
kurikulum SDLB disesuaikan dengan jenis kelainan siswa.
-
Program Muatan Lokal. Program muatan
lokal kurilukum SDLB disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan,
yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional
setempat.
b. Kurikulum
SLTPLB meliputi:
-
Program Umum. Isi program umum Kurikulum
SLTPLB disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dengan
memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
-
Program Khusus. Isi program khusus
kurikulum SLTPLB disesuaikan dengan jenis kelainan siswa.
-
Program Muatan Lokal. Program
muatan lokal kurilukum SLTPLB disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan
lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan Departemen Pendidikan
Nasional setempat.
-
Program Pilihan. Isi program
pilihan kurikulum SLTPLB berupa paket-paket keterampilan yang dapat dipilih
siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih yang
dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.
c. Kurikulum
SMLB meliputi :
-
Program Umum. Isi program umum Kurikulum
SMLB disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Menengah dengan memperhatikan
keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.2) Program Pilihan.
Isi program pilihan kurikulum SMLB berupa paket-paket keterampilan yang dapat
dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih
yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.
d. Bimbingan
dan Rehabilitas
-
Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada peserta didik dalam upaya menemukan pribadi, menguasai masalah
yang disebabkan oleh kelainan yang disandang, mengenali lingkungan dan
merencanakan masa depan. Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
-
Rehabilitasi merupakan upaya bentuan
medik, sosial, dan keterampilan yang diberikan kepada peserta didik agar mampu
mengikuti pendidikan. Bimbingan dan rehabilitasi melibatkan para ahli terapi
fisik, ahli terapi bicara, dokter umum, dokter spesialis, ahli psikologi, ahli
pendidikan luar biasa, perawat dan pekerja sosial.
6. Program
Pembinaan Sekolah
a. Program
Bidang Pengajaran.
Isi program bidang pengajaran pada
prinsipnya sama dengan sekolah reguler. Mengingat kondisi anak tunalaras pada
umumnya malas untuk belajar, maka sifat pengajaran kepada mereka juga bersifat
penyuluhan atau yang disebut remedial teaching. Remedial teaching maksudnya
membantu murid dalam kesulitan belajar. Sistem pengajaran bersifat klasikal.
Ada kemungkinan dalam satu kelas terdiri dari beberapa anak yang mengikuti
program pengajaran secara berbeda-beda. Jumlah murid tiap-tiap kelas
sekurang-kurangnya tiga orang dan sebanyak-banyaknya 12 orang.
b. Banyak
sedikitnya jumlah murid tiap kelas ditentukan oleh:
-
Faktor kecakapan guru melayani individu.
-
Makin muda usia makin kecil jumlahnya.
-
Ambang perbedaan umur tidak besar.
-
Fasilitas ruangan.
c. Para
guru di sekolah bagi anak tunalaras perlu memahami teknik diagnosik kesulitan
belajar, kemudian cara membimbing disesuaikan dengan bakat dan kemampuan
tiap-tiap murid.
7. Program
Bimbingan Penyuluhan.
-
Program-program ditawarkan dalam
bimbingan dan penyuluhan antara lain :
-
Program bimbingan penyuluhan suasana
hidup keagamaan di asrama.
-
Program keterampilan.
-
Program belajar di sekolah reguler
(terpadu dan atau kelas khusus).
-
Program bimbingan kesenian.
-
Program kembali ke orangtua.
-
Program kembali ke masyarakat.
-
Program bimbingan kepramukaan.
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak
tunalaras untuk pembelajaran akademiknya relative sama dengan anak normal.
Khusus untuk kelainan perilakunya, pendekatan pendidikan bagi anak tunalaras
menggunakan pendekatan bimbingan dan konseling dan terapi. Selain pendekatan terapi
dalam pembelajaran khusus pada anak tunalaras adalah bina pribadi-sosial anak.
Mata pelajaran ini diarahkan untuk membina perilaku positif anak tunalaras
dalam kaitannya dengan perilaku dalam berhubungan dengan orang lain.
8. Fasilitas
Pendidikan Anak Tunalaras
Fasilitas pendidikan untuk anak
tunalaras relatif sama dengan fasilitas pendidikan untuk anak normal pada
umumnya, yaitu berupa ruangan terapi dan sarana terapi yang meliputi:
a.
Ruangan fisioterapi dan peralatannya
lebih mengarahkan pada upaya perenggangan otot dan pembentukan otot, misalnya
barbell, box tinju, dan wash.
b.
Ruangan terapi bermain dan peralatannya
lebih diarahkan pada model terapi sublimasi dan latihan pengendalian diri,
misalnya puzzle dan boneka.
c.
Ruangan terapi okupasi dan peralatannya
lebih diarahkan pada pembentukan keterampilan kerja dan pengisian waktu luang
sesuai dengan kondisi anak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Layanan pendidkan dan fasilitas untuk
anak berkelainan mental-emosional diberikan sesuia dengan karakteristik anak,
yaitu karakteristik kebutuhan khususnya, kemampuan dan usia anak. Kita sebagai
guru dan orang tua perlu menjalin kerja sama dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak agar anak dapat terstimulasi dengan baik. Lingkungan juga harus mendukung
agar anak berkembang dengan baik walaupun tidak seperti anak normal lainnnya.
Pelayanan pendidikan harus diberikan sesuai kebutuhan anak dan fasilitas yang
dberikan pun juga harus sesuai dengan kemampuan anak.
B.
Saran
Guru dan orang tua harus bekerjasama
dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus, khususmya pendidikan anak
berkelainan mental-emosional agar pendidikan yang diberikan guru disekolah dan
orang tua dirumah terjadi keharmonisan sehingga membantu pemulihan kesehatan
anak. Kita sebagai guru dan orang tua tidak dapat memaksakan perubahan anak
yang sangat signifikan karena berharap terlalu banyak hanya membuat kekecewaan
kita sendiri apabila terjadi kegagalan pada anak, guru dan orang tua harus
bersabar dalam memberikan pelatihan dan konseling pada anak, dan harus selalu
merangkul anak dan jangan pernah mencoba untuk membeda-bedakan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Suharmini,
Tin.2007. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.Departemen
Pendidikan
Nasional. Jakarta
Delphie,Bandi.
2005. Bimbingan Konseling untuk Perilaku Non-Adaptif.Pustaka
Bani
Quraisy. Bandung.
euis
siti sa’adah, Anggie. (2009). Pendekatan Layanan Pendidikan Anak.