PENDAHULUAN
Pengertian dan hakikat IPS sebagai
program pendidikan merupakan Kajian IPS yang didapat dari berbagai sumber dan
pengalaman hidup sebagai makhluk sosial yang mempunyai kecenderungan kuat untuk
hidup bersama dalam kelompok, dalam unit ini Anda akan mempelajari hakekat IPS
sebagai program pendidikan yang pada pembahasannya menerapkan pendidikan
antardisiplin ilmu sosial yang mengintegrasikan berbagai konsep ilmu sosial.
Dari unit ini Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Mampu
menjelaskan pengertian dari disiplin ilmu sosial (IPS).
b. Mampu
menjelaskan tujuan pendidikan IPS.
c. Mampu
menjelaskan ruang lingkup IPS sebagai program pendidikan.
A.
Pentingnya
IPS Dalam Program Pendidikan
Setiap orang sejak lahir, tidak terpisah
dari manusia lain, khususnya dari orang tua dan lebih khusus lagi dari ibu yang
melahirkannya. Sejak saat itu si bayi telah melakukan hubungan dengan orang
lain, terutama dengan ibunya dan dengan anggota keluarga lainnya. Meskipun
masih sepihak, artinya dari orang-orang lebih tua terhadap dirinya hubungan
sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan sosial dan bantuan dari anggota
keluarga lain, terutama dari ibunya si bayi, si bayi tidak akan berdaya dan
tidak mampu berkembang menjadi manusia dewasa. Selanjutnya dalam pertumbuhan
dan perkembangan jasmani, rohani sesuai dengan penambahan umur serta pengalaman
terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya makin berkembang dan meluas. Hal
tersebut membutuhkan atau terbina melalui pengetahuan sosial, hanya tentu saja
berkenaan dengan namanya, sangat tergantung pada pernah sekolah atau tidak. Sebutan
sebagai pengetahuan sosial atau resminya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) baru diketahui secara formal ketika kita bersekolah. Dengan
demikian maka Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dianggap sebagai ilmu yang
mempelajari tentang manusia serta untuk mempolakan sejauh mana manusia itu
berhubungan dengan orang lain dalam suatu kelompok.
Pada abad ke-20 ditandai dengan
terjadinya perkembangan pesat pada berbagai bidang kehidupan, seperti timbulnya
ledakan penduduk, ledakan ilmu pengetahuan, dan ledakan teknologi. Hal tersebut
menimbulkan berbagai masalah di dalam masyarakat seperti:
1.
Permasalahan yang menyangkut
pengorganisasian antara lain di bidang pemerintahan, perundang-undangan,
pendidikan, penyediaan keperluan hidup, kesehatan, dan kesejahteraan.
2.
Ketegangan-ketegangan di dalam
masyarakat baik dalam arti psikis maupun fisik (Misalnya keseimbangan
lingkungan, polusi, dan masalah lalu lintas).
3.
Masalah pertentangan dan kekaburan
nilai.
Akibat dari hal-hal
tersebut terjadi gejala kehilangan pandangan menyeluruh, timbulnya spesialisasi
yang makin intensif di bidang ilmu pengetahuan, misalnya mengakibatkan
ketidakpastian diri, terampas rasa identitas individu, kehilangan nilainilai
sosial dan tujuan etis.
Mata
pelajaran IPS diperlukan sebagai:
1.
Pengalaman hidup masa lampau dengan
situasi sosialnya yang labil memerlukan masa depan yang mantap dan utuh sebagai
suatu bangsa yang bulat.
2.
Laju perkembangan kehidupan, teknologi,
dan budaya Indonesia memerlukan kebijakan pendidikan yang seirama dengan laju
itu.
3.
Agar output persekolahan benar-benar
lebih cocok dan sesuai serta bermanfaat.
4.
Setiap orang akan dan harus terjun ke
dalam kancah kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu perlu disiapkan ilmu khusus,
yaitu IPS.
Dilihat
dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana dunia
pendidikan selalu tertinggal dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat, maka IPS diperlukan sebagai wadah ilmu pengetahuan yang
mengharmoniskan laju perkembangan ilmu dan kehidupan dalam dunia pengajaran.
Sebab
IPS mampu melakukan lompatan-lompatan ilmu secara konsepsional untuk
kepentingan praktis kehidupan yang baru, sesuai dengan perkembangan jaman. IPS
oleh para pendirinya secara sengaja diciptakan dan dibina ke arah menuntun
generasi muda mampu hidup dalam alamnya (jaman dan lingkungannya) dengan bekal
pengetahuan yang baru.
Karena
IPS diarahkan demikian, maka susunan konsep-konsep dalam IPS sungguh sangat
kompleks dan bervariasi dari berbagai cabang ilmu sosial. Tuntutan dan
persoalan kehidupan praktis adalah buah dari lajunya pengetahuan dan teknologi
yang menarik lajunya kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, IPS mau tak mau
harus berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Demikianlah
sekedar gambaran yang melatarbelakangi eksistensinya pelajaran IPS di negara
kita. Keberhasilan pengajaran sangat tergantung kepada “ketepatan pilihan dan
susunan dari konsep-konsep IPS, pendekatan, orientasi program dan pengajarannya
serta tingkat inovatifnya para guru IPS itu sendiri. Sebab dalam dunia IPS,
guru pada akhirnya adalah sumber pembaharu yang paling aktual, yang tahu persis
akan keadaan, kebutuhan, serta permasalahan siswa serta masyarakatnya.
Gurulah
yang diharapkan akan mampu menyesuaikan gejolak perkembangan baru ke dalam
program dan cara pengajarannya. Di dalam kehidupan moderen dengan komunikasi
yang serba lancar dan cepat, hubungan antarorang menjadi makin intensif, dan
peristiwa-peristiwa makin kompleks.
Para
pendidik sama-sama menyadari bahwa pengetahuan mengenai saling hubungan antara
orang dengan orang, orang dengan benda-benda kebutuhan hidup, orang dengan
lembaga, dan orang dengan lingkungan perlu lebih dikembangkan dan dimiliki oleh
anak didik. Dengan bekal pengetahuan tersebut diharapkan bahwa hubungan
antarorang, antarkelompok, antarlembaga dan antarbangsa, akan terjalin lebih
lancar, kepincangan dan ketegangan sosial akan teratasi, sehingga dapat
tercapai kehidupan masyarakat yang serasi.
IPS merupakan perwujudan dari satu pendekatan interdisipliner dari pelajaran
ilmu-ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial
antara lain: Sosiologi, Antropologi Budaya, Sejarah, Psikologi Sosial,
Geografi, Ekonomi, Politik, dan Ekologi.
IPS berusaha mengintegrasikan materi dari berbagai ilmu sosial dengan menampilkan
permasalahan sehari-hari masyarakat di sekitarnya. IPS merupakan aspek penting
dari ilmu-ilmu sosial yang dipilih dan diadaptasikan untuk digunakan dalam
pengajaran di sekolah. IPS bukan ilmu sosial, sungguhpun bidang perhatiannya
sama yaitu hubungan timbal balik di kalangan manusia. IPS hanya terdapat pada
program pengajaran sekolah semata-mata.
Ilmu-ilmu sosial dipolakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan manusia
misalnya melalui penelitian, penemuan, atau eksperimen. IPS dipolakan untuk
tujuan-tujuan pembelajaran dengan materi sesederhana mungkin, menarik, mudah dimengerti,
dan mudah dipelajari.
Untuk
dapat melaksanakan program-program IPS dengan baik, sudah sewajarnya bila guru
yang mengajar IPS mengetahui benar-benar akan tujuan pengajaran IPS, di samping
pengorganisasian, bahan pelajaran, dan metode yang dipakai dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar.
B.
Pengertian
IPS
Istilah
ilmu pengetahuan sosial sebagaimana dirancang dalam draf kurikulum 2004 memang
membingungkan untuk dicarikan definisinya, karena dalam berbagai literatur,
baik yang ditulis oleh ahli dari luar maupun dalam negeri, kita hanya mempunyai
istilah ilmu pengetahuan sosial yang merupakan terjemahan dari social studies.
Sedangkan nama IPS dalam dunia pendidikan dasar di negara kita muncul bersamaan
dengan diberlakukannya kurikulum SD, SMP dan SMU tahun 1975.
Dilihat
dari sisi keberlakuannya, IPS disebut sebagai bidang studi “baru”, karena cara
pandangnya bersifat terpadu. Hal tersebut mengandung arti bahwa IPS bagi
pendidikan dasar dan menengah merupakan hasil perpaduan dari mata pelajaran
geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi,
dan sosiologi. Perpaduan ini disebabkan mata pelajaran tersebut memiliki objek
material kajian yang sama yaitu manusia.
Dalam bidang pengetahuan sosial, kita mengenal banyak istilah yang kadangkadang
dapat mengacaukan pemahaman. Istilah tersebut meliputi Ilmu Sosial (Social
Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Untuk memperjelas penggunaan istilah tersebut secara tepat, kita simak uraian
berikut.
1.
Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad
Sanusi memberikan batasan tentang ilmu Sosial (Saidihardjo, 1996:2) sebagai
berikut “Ilmu sosial terdiri dari disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial
yang bertaraf akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi
yang makin lanjut dan makin ilmiah”. Sedangkan menurut Gross (Kosasih Djahiri,
198:1), ilmu sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia
sebagai makhluk sosial secara ilmiah serta memusatkan pada manusia sebagai
anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Selanjutnya
Nursid Sumaatnadja (1980:7), menyatakan bahwa ilmu social adalah cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun
tingkah laku kelompok. Oleh karena itu ilmu social adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Ada
bermacam-macam aspek tingkah laku manusia dalam masyarakat, seperti aspek
ekonomi, sikap, mental, budaya, dan hubungan sosial. Studi khusus tentang
aspek-aspek tingkah laku manusia inilah yang menghasilkan ilmu sosial, seperti
ekonomi, ilmu hukum, ilmu politik, psikologi, sosiologi, dan antropologi.
Jadi
setiap bidang keilmuan itu mempelajari salah satu aspek tingkah laku manusia
sebagai anggota masyarakat. Ekonomi mempelajari aspek kebutuhan materi,
antropologi mempelajari aspek budaya, sosiologi mempelajari aspek hubungan
sosial, psikologi mempelajari aspek kejiwaan, demikian pula bidang keilmuan
yang lain. Sedangkan yang menjadi obyek materialnya adalah sama, yaitu manusia
sebagai anggota masyarakat.
2.
Studi Sosial (Social Studies)
Berbeda
dengan ilmu sosial, studi sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin
akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan
masalah sosial. Dalam kerangka kerja pengkajiannya, studi sosial menggunakan
bidang-bidang keilmuan termasuk ilmu sosial. Tentang studi sosial ini Achmad
Sanusi (1971:18) memberikan penjelasan bahwa, studi sosial tidak selalu
bertaraf akademis universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi
siswa sejak pendidikan dasar. Selanjutnya studi sosial dapat berfungsi sebagai
pengantar kepada disiplin ilmu sosial bagi pendidikan lanjutan atau jenjang
berikutnya. Studi sosial bersifat interdisipliner dengan menetapkan pilihan
masalah-masalah tertentu berdasarkan sesuatu referensi dan meninjaunya dari
beberapa sudut sambil mencari logika dari hubungan-hubungan yang ada satu
dengan lainnya.
Kerangka
kerja studi sosial dalam mengkaji atau mempelajari gejala dan masalah sosial di
masyarakat tidak menekankan bidang teoretis, melainkan lebih kepada bidang
praktis. Oleh karena itu studi sosial tidak terlalu bersifat akademis teoretis,
melainkan merupakan pengetahuan praktis yang dapat diajarkan mulai dari tingkat
Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pendekatan studi social bersifat
interdisipliner atau multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang
keilmuan. Maksudnya bahwa studi sosial dalam meninjau suatu gejala sosial atau
masalah sosial dilihat dari berbagai dimensi/sudut/segi/aspek kehidupan.
Sedangkan
ilmu sosial pendekatannya bersifat disipliner dari bidang ilmunya
masing-masing. Kesimpulannya dapat dikatakan bahwa studi sosial lebih
memperlihatkan suatu bentuk gabungan ilmu sosial. Tugas studi sosial, sebagai
suatu bidang studi mulai dari tingkat SD sampai ke tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, adalah membina warga masyarakat yang mampu menyerasikan
kehidupannya berdasarkan kekuatan-kekuatan fisik dan sosial dan mampu
memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Oleh karena itu materi dan
metode penyajiannya harus sesuai dengan misi yang diembannya.
3.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Bagi
sekelompok kecil ahli pendidikan di Indonesia, sebenarnya telah memakai istilah
IPS dalam pertemuan-pertemuan ilmiah, jauh sebelum diberlakukannya kurikulum
1975. Nama-nama yang dipergunakan dalam kesempatan ini bermacam-macam, antara
lain ada yang memakai istilah Studi Sosial yang dekat dengan istilah aslinya,
ada pula yang menyebutnya dengan Ilmu-Ilmu Sosial dan ada yang menamakannya
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Namun sejak tahun 1976 nama IPS telah menjadi
nama baku.
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat.
Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut
pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah Komite yaitu “Committee of Social
Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari lembaga itu adalah sebagai
wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di
tingkat Sekolah Dasar dan Menengah, dan ahl-iahli Ilmu-ilmu Sosial yang
mempunyai minat sama. Nama Komite itulah yang kemudian dipergunakan sebagai
nama kurikulum yang mereka hasilkan. Meskipun demikian nama “Social Studies”
menjadi makin terkenal pada tahun 1960-an, ketika pemerintah mulai memberikan
dana untuk mengembangkan kurikulum tersebut.
Pada
waktu Indonesia memperkenalkan konsep IPS, pengertian dan tujuannya tidaklah
persis sama dengan Social Studies yang ada di Amerika Serikat. Mengapa
demikian? Karena kondisi masyarakat Indonesia memang berbeda dengan kondisi
masyarakat Amerika Serikat. Ini mengisyaratkan adanya penyesuaian-penyesuaian
tertentu. Sebenarnya keadaan ini sangat baik, karena setiap ide yang datang
dari luar kita terima kalau memang sesuai dengan kondisi masyarakat kita.
Mulyono
Tj. (1980:8) memberi batasan IPS bahwa IPS sebagai pendekatan interdisipliner
(Inter-disciplinary approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan
integrasi dart berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi
budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan
sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4), bahwa IPS
merupakan hasil kombinasi atau basil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah
mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.
Mata pelajaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, oleh karena itu
dipadukan menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Dengan demikian jelas bahwa IPS adalah fusi dari disiplin ilmu-ilmu sosial.
Pengertian fusi di sini berarti bahwa IPS merupakan suatu bidang studi utuh
yang tidak terpisah-pisah dalam kotak-kotak disiplin ilmu yang ada. Artinya,
bahwa bidang studi IPS tidak lagi mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi,
sejarah secara terpisah, melainkan semua disiplin tersebut diajarkan secara
terpadu.
Dalam
kepustakaan kurikulum pendekatan terpadu tersebut dinamakan pendekatan “broadfield”.
Dengan pendekatan tersebut batas disiplin ilmu menjadi lebur, artinya terjadi
sintesis antara beberapa disiplin ilmu. Dengan demikian sebenarnya IPS berinduk
kepada ilmu-ilmu sosial, dengan pengertian bahwa teori, konsep, prinsip yang
diterapkan pada IPS adalah teori, konsep dan prinsip yang ada dan berlaku pada
ilmu-ilmu sosial. Ilmu social dengan bidang keilmuannya dipergunakan untuk
melakukan pendekatan, analisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah
sosial yang dilaksanakan pada pengajaran IPS.
Sejarah
Perkembangan IPS di Indonesia Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah
berasal dari Amerika Serikat dengan nama asli di negara asalnya disebut Social
Studies. Pertama kali Social Studies dimasukkan dalam kurikulum sekolah di
Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi
Industri. Pada pertengahan abad 18 di Inggris terjadi Revolusi Industri yang
ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.
Revolusi industri membawa perubahan yaitu mendatangkan kemakmuran bagi sebagian
masyarakat Inggris.
Di
sisi lain Revolusi Industri menimbulkan paham kapitalisme dan dehumanisasi
yaitu manusia tidak dihargai sebagai manusia atau tidak memanusiakan manusia,
karena para industrialis lebih menghargai faktor produksi, modal, dan uang
daripada tenaga manusia. Setelah memperhatikan situasi tersebut maka Thomas
Arnold bermaksud menanggulangi proses dehumanisasi, dengan cara memasukkan
Social Studies ke dalam kurikulum di sekolahnya. Adapun tujuannya adalah agar
siswa mempelajari masalah interaksi manusia serta ikut berperan aktif dalam
kehidupan masyarakat (Poerwito, 1991/1992:7).
Latar belakang dimasukkan Social Studies dalam kurikulum sekolah di Amerika
Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi penyebabnya juga
berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras diantaranya
adalah ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang
dari Eropa, dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di
perkebunan-perkebunan negara tersebut. Pada awalnya penduduk Amerika Serikat
yang multiras tersebut tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung
perang saudara antara Utara dan Selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak
yang berlangsung tahun 1861-1865. Amerika Serikat yang telah menjadi kekuatan
dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multiras tersebut
merasa kesulitan untuk menjadi satu bangsa. Selain itu juga adanya perbedaan social
ekonomi yang sangat tajam.
Para
pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk
yang multiras tersebut menjadi merasa satu bangsa, yaitu bangsa Amerika. Salah
satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan Social Studies ke dalam
kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan
penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi National dari The National
Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya Social Studies
dimasukkan ke dalam kurikulum semua Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
(selanjutnya disebut SD dan SM) Amerika Serikat. Adapun wujud Social Studies
ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi,
dan civics.
Faktor
lain yang menyebabkan dimasukkannya Social Studies ke dalam kurikulum sekolah
adalah keinginan para pakar pendidikan. Mereka menginginkan agar setelah
meninggalkan SD dan SM (1) para siswa menjadi warga negara yang baik, dalam
arti mengetahui dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya. (2) para siswa
lulusan SD dan SM dapat hidup bermasyarakat secara seimbang dalam arti
memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu belajar ilmu-ilmu sosial di
Perguruan Tinggi, tetapi harus sudah mendapat bekal pelajaran IPS di SD dan SM.
Pertimbangan
lain dimasukkannya Social Studies ke dalam kurikulum sekolah adalah kemampuan
siswa sangat menentukan dalam pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar
materi pelajaran IPS lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa SD dan
SM, bahanbahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan
atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta
lingkungan alam dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami
karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa daripada bahan pengajaran
yang abstrak dan rumit dalam ilmu-ilmu sosial.
Latar
belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia
sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di
Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan,
sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI. Setelah keadaan tenang pemerintah “Orde
Baru” melancarkan Pembangunan Lima Tahun (PELITA). Pada masa Pelita I
(1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah
nasional dalam bidang pendidikan. Lima masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Masalah
kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Masalah
kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan.
3. Masalah
relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan.
4. Masalah
efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Masalah
pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan
pembangunan nasional.
Salah
satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan pembaharuan
kurikulum sekolah. Pada awal masa Pelita I, pemerintah membentuk Proyek
Pembaharuan Kurikulum dan Metode Mengajar (PPKM) yang member kesempatan kepada
masyarakat untuk menciptakan kurikulum sekolah secara lokal.
Pembaharuan
kurikulum tersebut dilaksanakan di Sekolah Laboratorium di IKIP Malang yang
dikenal dengan “Sekolah Ibu Pakasi”. Di sekolah ini diberlakukan kurikulum
lokal yang memiliki ciri-cirisebagai berikut :
1. Penggabungan
SD dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi SD 8 Tahun.
2. Penggabungan
mata pelajaran sejenis, salah satunya adalah menjadi bidang studi IPS.
3. Pelaksanaan
sistem kredit yang memungkinkan siswa menyelesaikan program pendidikan tidak
secara klasikal melainkan secara individu.
Langkah pemerintah selanjutnya adalah
melakukan pembaharuan system pendidikan melalui Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP). Proyek ini menyelenggarakan sekolah percobaan di delapan
IKIP, yaitu Padang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Ujung
Pandang dan Manado. Dalam kurikulum sekolah tersebut tercantum bidang studi IPS
yang merupakan perpaduan dari sejarah, geografi dan ekonomi; mulai dari SD
sampai Sekolah Menengah.
Dalam lingkup yang lebih luas, kemudian
pemerintah memberlakukan Kurikulum 1975 bagi semua SD dan SM. Dalam kurikulum
ini tercantum bidang studi IPS, mulai dari SD sampai SM. Secara singkat IPS
diartikan sebagai bidang studi kemasyarakatan secara terpadu (integrasi). Untuk
SD, IPS merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Untuk
SMP ditambah kependudukan dan koperasi. Sedangkan untuk SMA, IPS ditambah lagi
Tata Buku dan Hitung Dagang.
Setelah Kurikulum 1975 dilaksanakan
selama hampir sepuluh tahun, pemerintah memberlakukan kurikulum baru yaitu
Kurikulum 1984. Belajar dari pengalaman implementasi Kurikulum 1975 yang tidak
memungkinkan penggunaan IPS terpadu untuk semua jenjang sekolah, maka dilakukan
modifikasi. Pada Kurikulum 1984, pengajaran IPS terpadu hanya dilaksanakan di
SD, sedangkan di SMP digunakan pendekatan IPS Terkait (korelasi), dan untuk SMA
tidak lagi dikenal IPS terpadu melainkan diajarkan secara terpisah sehingga
muncullah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, sosiologi dan
tata negara yang berdiri sendiri.
Pada periode berikutnya, pemerintah
memberlakukan kurikulum baru lagi, yaitu Kurikulum 1994. Menurut Kurikulum
1994, program pengajaran IPS di SD terdiri dari IPS Terpadu dan Sejarah
Nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan yang bersumber dari geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi dan ilmu politik yang mengupas tentang berbagai
kenyataan dan gejala dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Sejarah Nasional
adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia dari masa
lampau sampai dengan masa kini. Untuk tingkat SMP, IPS hanya mencakup bahan
kajian geografi, ekonomi, dan sejarah. Khusus mata pelajaran sejarah mencakup
materi yang lebih luas yakni mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia
dan masyarakat dunia sejak masa lampau hingga sekarang. Sedangkan untuk SMA,
IPS tetap diajarkan secara terpisah atau berdiri sendiri.
Dari uraian tersebut di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa untuk pertama kalinya mata pelajaran IPS muncul dalam
kurikulum lokal yang dikembangkan oleh sekolah Ibu Pakasi di Malang dan
kemudian diuji cobakan di delapan IKIP di Indonesia dan diimplementasikan
secara nasional sejak diberlakukannya Kurikulum 1975.
Alasan
Mempelajari IPS
Pengajaran
IPS sangat penting bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah karena siswa yang
datang ke sekolah berasal dari lingkungan yang berbeda-beda. Pengenalan mereka
tentang masyarakat tempat mereka menjadi anggota diwarnai oleh lingkungan
mereka tersebut. Sekolah bukanlah satu-satunya wahana atau sarana untuk
mengenal masyarakat. Para siswa dapat belajar mengenal dan mempelajari
masyarakat baik melalui media cetak maupun elektronika, misalnya melalui acara
televisi, siaran radio, dan membaca koran. Pengenalan siswa melalui wahana luar
sekolah mungkin masih bersifat umum, terpencar-pencar, dan samar-samar. Oleh
karena itu agar pengenalan tersebut dapat lebih bermakna, maka bahan atau
informasi yang masih umum dan samar-samar tersebut perlu disistematisasikan.
Dengan
demikian sekolah mempunyai peran dan kedudukan yang penting karena apa yang
telah diperoleh di luar sekolah dikembangkan dan diintegrasikan menjadi sesuatu
yang lebih bermakna di sekolah sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kematangan siswa. Sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa SD belum mampu
memahami keluasan dan kedalaman masalah-masalah sosial secara utuh, tetapi
mereka dapat diperkenalkan kepada masalah-masalah tersebut. Melalui pengajaran
IPS siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk
menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya. Selanjutnya diharapkan bahwa
mereka kelak mampu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi.
Perlu
disadari bahwa dunia sekarang telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat
cepat di segala bidang. Kemajuan teknologi dan informasi telah mengenalkan kita
pada realitas lain dari sekedar realitas fisik seperti yang sebelumnya kita
rasakan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi, dan
komunikasi hubungan antarnegara tetangga menjadi lebih luas, karena dunia
seakan-akan menjadi tetangga dekat. Dengan demikian seolah-olah dunia
“dipindahkan” ke ruang di dalam rumah sendiri. Dalam hal ini IPS berperan
sebagai pendorong untuk saling pengertian dan persaudaraan antara umat manusia.
Selain itu juga IPS memusatkan perhatiannya pada hubungan antar manusia dan
pemahaman sosial. Dengan demikian IPS dapat membangkitkan kesadaran bahwa kita
akan berhadapan dengan kehidupan yang penuh tantangan. Dengan kata lain, IPS
mendorong kepekaan siswa terhadap hidup dan kehidupan sosial.
Jadi
alasan mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah
sebagai berikut.
1.
Agar siswa dapat mensistematisasikan
bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki menjadi lebih
bermakna.
2.
Agar siswa dapat lebih peka dan tanggap
terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
3.
Agar siswa dapat mempertinggi toleransi
dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antarmanusia.
Berikut
ini dikemukakan pengertian IPS dari berbagai ahli.
1.
IPS adalah sebagai “those” (studies)
whose subject matter relates to the organization and development organisasi
human society and to man as member of social group” (Binning & Binning,
1952:2)
2.
IPS adalah “the study of man information
society information the past, present and future. Social studies emerges as a
subject of prime importance for study information school (Mathias, 1973:20-21).
3.
IPS adalah “those portions aspect of the
social sciences that have been selected and adapted for use informasi the
school or the other instruction situation. Dikatakan juga “the social a studies
are the sosial sciences simplified for pedagogical purposes information school
(Wesley, 1952:9).
4.
Social studies the study of people
carried on in other to help students understand themselves and others in a
varieties of societies in different places and at different times as individual
and group seek to meet the needs through many institution as those human beings
search for a satisfying a personal philosophy and the good society (Kenworthy,
1952).
5.
The social studies as a part of the
elementary school curriculum draw subject matter content from the social
science, history, sociology, political, science, social psychology, philosophy,
anthropology and economic. (Jarolimek, 1967:4)
Jadi IPS adalah ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari
cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkan
prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat
persekolahan.
C.
HAKIKAT
IPS
Hakikat
dari IPS terutama jika disorot dari anak didik adalah: Sebagai pengetahuan yang
akan membina para generasi muda belajar ke arah positif yakni mengadakan
perubahan-perubahan sesuai kondisi yang diinginkan oleh dunia modern atau
sesuai daya kreasi pembangunan serta prinsip-prinsip dasar dan system nilai
yang dianut masyarakat serta membina kehidupan masa depan masyarakat secara
lebih cemerlang dan lebih baik untuk kelak diwariskan kepada turunannya secara
lebih baik. IPS sebagai paduan dari sejumlah subjek (ilmu) yang isinya
menekankan pembentukan warga negara yang baik daripada menekankan isi dan
disiplin subjek tersebut. Dalam Kurikulum IPS 1975, dikatakan sebagai berikut:
IPS adalah bidang studi yang merupakan paduan dan sejumlah mata pelajaran
sosial.
Bidang pengajaran IPS terutama akan berperan dalam pembinaan kecerdasan
keterampilan, pengetahuan, rasa tanggung jawab, dan demokrasi. Pokok-pokok
persoalan yang dijadikan bahan pembahasan difokuskan pada masalah
kemasyarakatan Indonesia yang aktual. IPS mengemban dua fungsi utama yaitu,
membina pengetahuan, kecerdasan dan keterampilan yang bermanfaat bagi
pengembangan dan kelanjutan pendidikan siswa dan membina sikap yang selaras
dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 45.
Setiap
orang sejak lahir, tidak terpisahkan dari manusia lain, khususnya dari orang
tua, dan lebih khusus lagi dari ibu yang melahirkannya. Sejak saat itu Si bayi
telah melakukan hubungan dengan orang lain, terutama dengan ibunya dan anggota
keluarga yang lainnya. Meskipun masih sepihak, artinya dari orang-orang yang
lebih tua terhadap dirinya, hubungan sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan
sosial dan bantuan dari anggota keluarga lain, terutama dari ibunya, si bayi
tidak berdaya dan tidak akan mampu tumbuh dan berkembang menjadi manusia
dewasa.
Selanjutnya
dalam pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani sesuai dengan penambahan
umur, pengenalan serta pengalaman seseorang (si bayi) terhadap kehidupan
masyarakat di sekitarnya makin berkembang dan meluas. Pengenalan manusia lain
di luar dirinya, tidak hanya terbatas pada orang-orang dalam keluarga,
melainkan meliputi teman sepermainan, para tetangga, warga kampung, dan
demikian seterusnya. Hubungan sosial yang dialami, makin meluas dari
pengalaman, pengenalan serta hubungan sosial tersebut, dalam diri seseorang
akan tumbuh pengetahuan tentang seluk-beluk hidup bermasyarakat. Berkenaan
dengan kebutuhan tertentu sifat-sifat orang lain, tempat yang pernah
dikunjungi, halhal yang baik dan buruk, hal-hal yang salah serta yang benar
dalam hidup bermasyarakat. Pengetahuan yang melekat pada diri seseorang
termasuk yang melekat pada diri kita masing-masing, dapat dirangkum sebagai
“Pengetahuan Sosial”. Kelahiran manusia yang kemudian diikuti oleh hubungan
pergaulan, penjelajahan, pemenuhan kebutuhan, dan lain sebagainya yang dialami
dalam kehidupan di masyarakat serta bermasyarakat telah membentuk pengetahuan
social dalam diri kita masing-masing. Dengan perkataan lain, dalam diri setiap
orang tidak terkecuali, dengan kadar yang berbeda baik kuantitatif maupun
kualitatif, telah terbina pengetahuan sosial. Hanya tentu saja berkenaan dengan
namanya sangat tergantung pada permintaan sekolah atau tidak. Sebutan sebagai
pengetahuan social atau resminya Ilmu Pengetahuan Sosial yang disingkat IPS,
baru diketahui setelah secara formal kita bersekolah. Cobalah Anda perhatikan,
amati dan hayati hal yang baru kita bahas tadi.
Kemudian apabila kita hayati lebih lanjut, kehidupan manusia masyarakat dan
bermasyarakat tidak hanya meliputi aspek-aspek lain yang berhubungan satu sama
lain. Kehidupan manusia di masyarakat itu beraspek majemuk atau multiaspek. Tak
usah kita melihat keadaan yang jauh-jauh, hayatilah kehidupan kita masingmasing
dalam hubungan hidup dengan orang lain atau hidup di masyarakat. Tanpa busana
atau tidak berpakaian kita tidak akan berani berhubungan dengan orang lain.
Baju
atau pakaian atau sandang, merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk hidup
bermasyarakat. Kebutuhan pokok lainnya yaitu makanan atau bahan pangan. Makan
bagi kita manusia, tidak hanya semata-mata untuk mempertahankan hidup,
melainkan juga sebagai kekuatan untuk mampu berhubungan dengan orang lain.
Bahkan makanan-makanan tertentu ada gengsi dan nilai sosialnya. Bagi masyarakat
tertentu, makan nasi atau nasi sebagai makanan pokok memiliki nilai sosial yang
lebih baik dibandingkan dengan hanya makan ketela atau umbi-umbian yang lain.
Pada hal nilai gizinya tidak jauh berbeda. Kebutuhan lain yang melekat dengan
manusia sebagai anggota masyarakat adalah kebutuhan tempat berlindung atau
rumah atau juga disebut papan. Rumah ini juga tidak hanya sekedar tempat
berlindung, melainkan juga ada gengsi dan nilai sosialnya. Pemilikan rumah ada
kebanggaan sosial tersendiri.
Dari
kenyataan yang demikian, dalam kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat,
kebutuhan materi pokok yang meliputi pangan, sandang, dan papan, selain
memancarkan aspek ekonomi dari kehidupan tersebut, juga terkait dengan aspek
kejiwaan atau aspek psikologis. Keterkaitan aspek-aspek tersebut, dapat Anda
amati dan hayati dari kehidupan praktis sehari-hari dari pengalaman Anda
masingmasing.
Kebutuhan
hidup manusia sebagai anggota masyarakat, tidak hanya terbatas pada kebutuhan
ekonomi, melainkan juga meliputi kebutuhan penambahan pengetahuan dan ilmu
seperti yang Anda lakukan saat ini tanpa menambah pengetahuan dan ilmu, kehidupan
kita di masyarakat akan tersisihkan dalam arti terdesak oleh orang yang lebih
tinggi pengetahuan dan ilmunya. Pengetahuan dan ilmu, sangat membantu kita
manusia memanfaatkan sumber daya bagi kesejahteraan. Oleh karena itu,
pengetahuan dan ilmu ini mengembangkan teknologi yang membantu kita
meningkatkan kesejahteraan. Keterkaitan antara pengetahuan, ilmu dan teknologi
dalam kehidupan masyarakat dewasa ini melahirkan ungkapan IPTEK sebagai
singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek kehidupan ini, merupakan
ungkapan kemampuan manusia memanfaatkan akal pikirannya. Dalam memenuhi
tuntutan hidup bermasyarakat. Aspek kehidupan tersebut merupakan aspek budaya
yang menjadi salah satu ciri kemampuan manusia memanfaatkan akal pikirannya
dalam memenuhi tuntutan hidup bermasyarakat. Aspek kehidupan merupakan aspek
budaya yang menjadi salah satu ciri kemampuan umat manusia yang berbeda dengan
makhluk hidup non-manusia.
Anda dipersilahkan menghayati, mengamati dan menelaah aspek-aspek budaya ini.
Budaya sesungguhnya berasal dari kata buddhayah (bahasa Sansekerta} yang
berarti “akal”. Dengan demikian, aspek budaya yang sedang kita bicarakan, tidak
lain aspek kehidupan manusia dalam memanfaatkan dan mengembangkan kemampuan
akal bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri. Jika kita telaah dan hayati
secara mendalam, pengembangan aspek budaya tidak dapat dilepaskan dari aspek
ekonomi. Anda menambah pengetahuan, mengembangkan ilmu dan menguasai teknologi,
bukan semata-mata untuk kepentingan IPTEK, melainkan terkait dengan tujuan
mensejahterakan serta memakmurkan kehidupan Anda sendiri, yang akhirnya juga
mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, aspek budaya ini sangat erat
hubungannya dengan aspek ekonomi. Selanjutnya, Anda dapat menghayati sendiri
penguasaan IPTEK yang makin meningkat, juga meningkatkan kepercayaan diri,
kebanggaan diri dan kemampuan intelektual dalam menghadapi berbagai masalah.
Dengan demikian, aspek budaya ini berkaitan dengan aspek psikologi.
Cobalah Anda amati keadaan di sekitar Anda, baik di lingkungan kabupaten sampai
di lingkungan negara. Betapa cepatnya perubahan lingkungan sebagai akibat
pemanfaatan dan penerapan IPTEK. Pembangunan gedung-gedung, jembatan, jalan dan
seterusnya yang makin menunjang kehidupan, merupakan ungkapan nyata aspek
budaya dalam bentuk penerapan IPTEK tersebut. Namun demikian, kita dapat
menelaah ke belakang sekitar 10 atau 20 tahun yang lalu, bagaimana keadaan
lingkungan kota atau membandingkan kemajuan hari ini dengan 10 atau 20 tahun
yang lalu.
Keadaan
lingkungan kota atau desa bahkan Negara itu? Bahkan lebih jauh lagi, kita dapat
membandingkan kemajuan hari ini dengan keadaan pada zaman penjajahan Belanda
dan penjajahan Jepang yang telah lampau. Dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, urutan waktu dengan peristiwa sangat bermakna dalam
menelaah perkembangan serta kemajuan. Urutan waktu dengan peristiwa yang
merupakan aspek sejarah dalam kehidupan manusia, memiliki arti yang berharga
bagi kita manusia sendiri. Dengan menelaah waktu dan peristiwa selain dapat
mengkaji perkembangan serta kemajuan, juga dapat mengembangkan kewaspadaan
terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau yang membawa malapetaka bagi umat
manusia.
Dengan
memperhatikan aspek sejarah ini, kita manusia dapat menghindari keburukan masa
lampau yang merugikan umat manusia. Selanjutnya juga, dengan menelaah aspek
sejarah tersebut kita dapat memproyeksikan kemajuan di masa yang akan datang.
Oleh karena itu ada ungkapan “Harus Belajar dari Sejarah”, yang bermakna
kewaspadaan terhadap pengalaman buruk masa lampau supaya tidak terulang lagi.
Kehidupan
manusia tidak hanya terkait dengan aspek waktu atau aspek sejarah, melainkan
terkait juga dengan aspek tempat atau aspek ruang. Peristiwa kehidupan manusia,
tidak hanya dicirikan oleh waktunya, melainkan terkait dengan ruang dan tempat
kejadiannya. Cobalah Anda hayati masing-masing, pertanyaan yang diarahkan
kepada Anda, tidak hanya” Kapan Anda lahir”, melainkan juga “Di mana Anda
lahir”. Di sini menunjukkan bahwa ruang atau tempat, memiliki makna tersendiri
dalam kehidupan manusia.
Suatu tempat atau ruang di muka bumi, secara alamiah dicirikan oleh kondisi
alamnya yang meliputi alam dan cuaca, jenis serta kesuburan tanah, sumber daya
air, ketinggian dari permukaan laut, jaraknya dari pantai dan sifat-sifat
alamiah lainnya. Keseluruhan kondisi alam tadi mencirikan karakter alamiah
setempat yang memberikan “peluang” kepada manusia penghuninya untuk mengembangkan
suatu pola kehidupan.
Tempat
atau ruang permukaan bumi yang lebih karakter kelautan atau maritin, memberikan
peluang kepada manusia yang menjadi pendukungnya untuk mengembangkan pola
kehidupan sebagai nelayan. Kondisi ruang permukaan bumi yang beriklim lembab
kaya akan sumber daya air dan tanahnya subur, memberikan peluang pada penduduk
manusia, sebagai penghuninya untuk mengembangkan peternakan ekstensif atau
paling tidak penggembalaan.
Hubungan ke ruangan (spatial relation) antara faktor alam (iklim, kesuburan
tanah, kekayaan sumber daya air, ketinggian dari permukaan taut, jarak dari
pantai, bentuk permukaan, tumbuh-tumbuhan penutup permukaan lahan, dan
sebagainya) dengan (jumlah penduduk, kualitas penduduk, mata pencaharian,
penguasaan IPTEK, dan lain-lainnya) di sesuatu tempat di permukaan bumi,
memberikan karakter (ciri khas) pada tempat tersebut. Hal ini dapat Anda
saksikan apabila Anda melakukan pengamatan, penghayatan, dan penelahaan mulai
dari daerah pedalaman atau pegunungan ke pantai atau sebaliknya, serta Anda
melakukan hal yang sama dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, atau sebaliknya.
Keadaan yang demikian itu dalam kehidupan manusia termasuk dalam aspek
geografi. Aspek ini dapat dijadikan petunjuk tentang karakteristik setempat
yang berhubungan dengan masalah kehidupan manusia yang terkait dengan kondisi
setempat.
Selanjutnya,
apabila Anda hubungan suatu peristiwa kehidupan manusia antara aspek sejarah
dengan aspek geografinya, selain dapat mengungkapkan factor-faktor alam dengan
faktor-faktor manusianya., juga Anda dapat menganalisis perkembangannya dari
waktu ke waktu. Anda dapat menganalisis dinamika kehidupan manusia, baik yang
bermakna bagi kesejahteraan hidup maupun yang menjadi kendala, bahkan yang
membahayakannya. Oleh karena itu aspek sejarah dengan aspek geografi ini tidak
dapat diabaikan dalam menelaah kehidupan manusia di masyarakat dan
bermasyarakat.
Cobalah
Anda amati dan kita hayati kehidupan bermasyarakat itu mulai dari keluarga,
para tetangga sampai di lingkungan yang lebih luas. Anda hayati dan amati
“mengapa “di masyarakat itu terjadi keutuhan seluruh kemantapan kehidupan”.
Keadaan yang demikian itu, tidak dapat dilepaskan karena adanya norma, nilai
dan kepemimpinan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Kehidupan yang paling
inti dan mendasar “Mengapa ada keutuhan serta kemantapan dalam keluarga. Hal
tersebut terjadi karena kehidupan itu berpijak pada norma tertentu, nilai yang
menjadi pegangan serta adanya kepemimpinan oleh sang ayah (suami) sebagai
kepala keluarga. Meskipun norma dan nilai itu tidak tertulis hitam diatasi
putih, namun menjadi aturan main serta pegangan dalam menggariskan
kepemimpinan, hak dan kewajiban anggota masyarakat dalam hal ini tiap anggota
keluarga. Dalam masyarakat, khususnya dalam keluarga terdapat pengembangan
kebijaksanaan yang mengatur keluarga itu sebagai suatu bentuk “Pemerintahan”
atau suatu bentuk “Negara”. Aspek inilah menciptakan kesejahteraan, ketentraman
dan keamanan keluarga.
Apabila
kita amati dan kita hayati lebih luas lagi, pada masyarakat “sederhana” yang
belum memiliki aturan-aturan dan tata tertib yang tertulis seperti di
masyarakat “suku anak dalam” aspek politik pada mereka sangat kuat dalam
mengatur hidup serta kehidupan mereka. Di tingkat bangsa dan Negara, aspek
politik ini telah ditentukan secara tertulis dalam Undang-Undang, baik
berkenaan dengan hukum dengan peraturannya, maupun berkenaan dengan hak serta
kewajiban para warganya. Aspek politik inilah yang mengatur kesejahteraan,
ketentraman dan keamanan masyarakat dalam hal ini bangsa dan negara.
Apabila kita cermati kembali apa yang telah didiskusikan, dan Anda amati serta
hayati di dalam kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat itu, betapa
petingnya. Seperti telah kita bahas bersama, kehidupan itu beraspek majemuk,
yang meliputi aspek-aspek hubungan sosial, ekonomi, pisikologi, budaya sejarah,
geografi, dan politik. Dalam kajian yang lebih mendalam, aspek-aspek tersebut
dipelajari dalam ilmu-ilmu sosial. Segala hal yang berhubungan dengan aspek
hubungan social yang meliputi proses, faktor, perkembangan permasalahan dan
lain-lain sebagainya, dipelajari serta dikaji dalam ilmu yang disebut
sosiologi. Aspek ekonomi yang meliputi perkembangan, faktor dan permasalahan,
dipelajari serta dikaji dalam bidang ilmu yang disebut ilmu ekonomi. Aspek
pisikiogi dengan segala permasalahanya, dipelajari dan dikaji dalam bidang ilmu
yang dinamai pisikologi sosial. Sedangkan aspek budaya dengan segala
permasalahan dan perkembangannya, dipelajari dan dikaji dalam bidang ilmu yang
disebut antropologi. Aspek sejarah yang tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan hidup manusia, dipelajari dan dikaji dalam ilmu sejarah. Aspek
geografi memberikan karakter ruang terhadap kehidupan manusia di masyarakat dan
bermasyarakat, dipelajari serta dikaji lebih lanjut dalam bidang ilmu yang
disebut geografi Dan akhirnya aspek politik yang menjadi landasan keutuhan dan
kesejahteraan masyarakat dipelajari serta dikaji secara lebih mendalam pada
bidang ilmu yang disebut ilmu politik.
Dan hal-hal yang baru kita bahas, tentu Anda akan bertanya kalau aspek norma
dan nilai “termasuk ke mana?. Norma, nilai, bahasa, seni dan sebagainya yang
menjadi komponen dalam kehidupan manusia, termasuk dalam bidang keilmuan yang
disebut Humaniora (lumtanity). Aspek-aspek tersebut tidak termasuk dalam bidang
ilmu-ilmu sosial. Namun secara garis besar, norma sosial dipelajari dan dikaji
juga dalam sosiologi sedangkan dalam budaya, seni dan bahasa sebagai bagian
dari aspek budaya dikaji juga dalam antropologi. Apabila kita telaah dengan
cermat, ilmu-ilmu sosial dengan Humaniora dua kajian yang berbeda, namun
berkenaan dengan obyek yang sama, yaitu kehidupan manusia di masyarakat. IPS
sendiri, mengintegrasikan keduanya oleh karena itu ilmu pengetahuan sosial
(IPS). Tidak lain adalah “mata pelajaran atau mata kuliah yang mempelajari
kehidupan sosial yang dikajinya mengintegrasikan dalam bidang ilmuilmu sosial
dan “Humaniora”.
Selanjutnya, mungkin timbul pertanyaan dalam diri kita masing-masing baik
selaku guru maupun selaku warga masyarakat” mengapa IPS itu harus dipelajari
dan diajarkan kepada anak didik?” padahal pengetahuan sosial itu sesungguhnya
telah melekat dalam diri tiap orang, dan tidak asing bagi kita semua. Memang,
pengetahuan sosial yang diperoleh secara alamiah dan kehidupan sehari-hari,
telah ada pada diri kita masing-masing. Namun hal tersebut belum cukup, mengingat
kehidupan bermasyarakat dengan segala persoalannya makin berkembang. Untuk
menghadapi kehidupan yang demikian itu pengetahuan sosial yang diperoleh secara
alamiah tadi tidak cukup di sini, pendidikan formal khususnya pendidikan IPS di
sekolah menjadi tuntutan yang tidak dapat diabaikan.
Kemudian, tentu akan muncul pertanyaan dalam diri Anda, “Tujuan apakah yang
wajib dicapai dari pendidikan IPS itu ?” Jawaban atas pertanyaan yang baru Anda
kemukakan itu harus dikaitkan dengan tantangan yang dihadapi tiap orang dalam
kehidupan, terutama tantangan yang akan dihadapi anak didik di hari-hari
mendatang. Sesuai dengan tantangan-tantangan tersebut, pendidikan IPS ini
bertujuan “membina anak didik menjadi warga Negara yang baik, yang memiliki
pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya
sendiri serta bagi masyarakat dan negara” untuk merealisasikan tujuan tersebut,
proses belajar mengajar dan membelajarkannya, tidak hanya terbatas pada
aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja,
melainkan meliputi juga aspek akhlak (afektif) dalam menghayati serta menyadari
kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan dan persaingan ini.
Melalui pendidikan IPS, anak didik dibina dan dikembangkan kemampuan mental-intelektualnya
menjadi warga negara yang berketerampilan dan berkepedulian sosial serta
bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Setelah
kita membicarakan tujuan IPS selanjutnya “Apakah fungsi IPS sebagai
pendidikan?” IPS sebagai pendidikan, bukan hanya membekali anak didik dengan
pengetahuan yang membebani mereka, melainkan membekali mereka dengan
pengetahuan sosial yang berguna yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Selanjutnya pendidikan IPS ini juga berfungsi mengembangkan keterampilan,
terutama keterampilan sosial dan keterampilan intelektual. Keterampilan sosial
yaitu keterampilan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan
kehidupan bermasyarakat, seperti bekerja sama, bergotong-royong, menolong orang
yang memerlukan, dan melakukan tindakan secara cepat dalam memecahkan persoalan
di masyarakat. Sedangkan keterampilan intelektual, yaitu keterampilan berpikir,
kecekatan dan kecepatan memanfaatkan pikiran, cepat tanggap dalam menghadapi
permasalahan sosial di masyarakat.
Hal yang lain dari fungsi IPS sebagai pendidikan, yaitu mengembangkan perhatian
dan kepedulian sosial anak didik terhadap kehidupan di masyarakat dan
bermasyarakat. Dengan pengetahuan sosial yang berguna, keterampilan sosial dan
intelektual serta perhatian dan kepedulian sosial, dapat diharapkan terbinanya
Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang akan datang yang berpengetahuan,
terampil, cendekia, dan mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi yang mampu
merealisasikan tujuan nasional menciptakan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan
apa yang telah kita bahas, dengan singkat dapat dikemukakan bahwa fungsi IPS
sebagai pendidikan, yaitu membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang
berguna, keterampilan sosial dan intelektual dalam membina perhatian serta
kepedulian sosialnya sebagai SDM Indonesia yang bertanggung jawab
merealisasikan tujuan nasional.
D.
TUJUAN
IPS
Tujuan
mempelajari ilmu pengetahuan sosial di Indonesia untuk Memberikan pengetahuan
yang merupakan kemampuan untuk mengingat kembali atau mengenal kembali atau
mengenal ide-ide atau penemuan yang telah dialami dalam bentuk yang sama atau
dialami sebelumnya. Kemampuan dan keterampilan, yaitu kemampuan untuk menemukan
informasi yang tepat dan teknik dalam pengalaman seorang siswa untuk
menolongnya memecahkan masalah-masalah baru atau menghadapi pengalaman baru.
Tujuan yang bersifat afektif, berupa pengembangan sikap-sikap,
pengertianpengertian dan nilai-nilai yang akan meningkatkan pola hidup
demokratis dan
menolong siswa mengembangkan filsafat hidupnya. Tujuan pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), secara umum dikemukakan oleh Fenton (1967), adalah
mempersiapkan anak didik menjadi warga negara yang baik, mengajar anak didik
agar mempunyai kemampuan berpikir dan dapat melanjutkan kebudayaan bangsa,
Sedangkan Clark dalam bukunya, Social Studies in Secondary School, A Hand Book
(1973) menyatakan bahwa studi social menitikberatkan pada perkembangan individu
yang dapat memahami lingkungan sosialnya, manusia dengan segala kegiatannya dan
interaksi antarmereka. Dalam hal ini anak didik diharapkan dapat menjadi
anggota yang produktif, berpartisipasi dalam masyarakat yang merdeka, mempunyai
rasa tanggung jawab, tolong menolong dengan sesamanya, dan dapat mengembangkan
nilai-nilai dan ide-ide dari masyarakatnya (Thamrin Talut, 1980: 2).
Jadi tujuan utama pengajaran Social Studies (IPS) adalah untuk memperkaya dan
mengembangkan kehidupan anak didik dengan mengembangkan kemampuan dalam
lingkungannya dan melatih anak didik untuk menempatkan dirinya dalam masyarakat
yang demokratis, serta menjadikan negaranya sebagai tempat hidup yang lebih
baik.
Di Indonesia telah menjadi konsensus nasional yang tidak dapat ditawar lagi
bahwa Pancasila menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa Indonesia. Oleh
karena itu pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan Pancasila
sebagaimana telah dicantumkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
sebagai berikut: Pendidikan Nasional berlandaskan atas Pancasila dan bertujuan
untuk meningkatkan ketakwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan,
keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-bersama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa. (Ketetapan MPR- RI, 1978:12).
Tujuan Pendidikan Nasional yang digariskan dalam GBHN merupakan tugas
pendidikan yang cukup berat tetapi sangat mulia. Sebab tujuan Pendidikan
Nasional tersebut menciptakan manusia pembangunan yang cerdas, takwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti tinggi, mempunyai semangat kebangsaan, dan
berketerampilan tinggi. Tujuan-tujuan tersebut di atas harus dijabarkan lebih
jauh ke dalam jenis dan jenjang pendidikan yang lebih terperinci ke dalam
kurikulum yang menjadi landasan kerjanya, kepada bidang-bidang studi yang dapat
dilaksanakan untuk mengisi tujuan tersebut dan ke dalam latihan-latihan praktis
yang dapat dilakukan. (Nursid Sumaatmaja, 1980: 34).
IPS sebagai komponen kurikulum sekolah merupakan kesempatan yang baik untuk
membina afeksi, kognisi, dan psikomotor pada anak didik untuk menjadi manusia
pembangunan Indonesia, dalam hal ini pengajaran IPS berkewajiban membentuk tenaga
kerja yang terampil dan berpendidikan. Jadi tujuan Pendidikan Nasional
Indonesia harus menciptakan manusia pembangunan yang berkepribadian Pancasila,
yakni manusia pembangunan yang tidak hanya sadar akan kepentingan hidup
masyarakat pada masa kini saja, tetapi juga memiliki kesadaran dan perspektif
kehidupan untuk masa yang akan datang. Selain itu manusia pembangunan yang
berkepribadian Pancasila harus memiliki wawasan hidup dengan segala
permasalahannya pada masa yang akan datang. Kondisi kepribadian semacam itulah
yang merupakan salah satu jaminan lancarnya pembangunan Nasional.
Berdasarkan kelembagaannya, pendidikan di Indonesia dibedakan menjadi tiga
tingkat, yaitu: 1) Sekolah Pendidikan Dasar 2) Sekolah Pendidikan Menengah, dan
3) Perguruan Tinggi dan Akademik. Setiap lembaga pendidikan tersebut memiliki
tujuan institusional masing-masing. Ditinjau dari sistem pendidikan secara
menyeluruh, tujuan institusional Pendidikan Dasar dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1.
Membekali anak didik dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar agar
dapat mengembangkan dirinya. Dengan demikian sebagai anggota masyarakat
diharapkan anak didik dapat meningkatkan kemampuan dirinya sendiri dan dapat ikut
mensejahterahkan masyarakat.
2.
Membekali anak didik dengan kemampuan ilmu dan pengetahuan dasar untuk
melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi (Nursid Sumaatmadja,
1980:41).
Dengan pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan yang demikian, lulusan sekolah
pendidikan dasar diharapkan dapat mengembangkan pribadinya sebagai warga
masyarakat yang secara minimal mampu berdiri di atas kaki sendiri dan dapat
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Selanjutnya
tujuan kurikuler merupakan penjabaran tujuan institusional sesuai dengan bidang
studi yang dicantumkan dalam kurikulum tiap jenis pendidikan. Kurikulum itu
sendiri merupakan alat penjabaran dan pengungkapan harapan-harapan pendidikan
ke dalam bentuk realita konkret (Edward K, 1957:1) oleh karena itu tujuan
kurikuler dan kurikulum nasional tidak dapat dilepaskan dari kepentingan
nasional dan kepentingan anak didik. Mengingat hakikat IPS merupakan perpaduan
pengetahuan dari pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial dan harus mencerminkan sifat
interdisipliner, maka tujuan kurikuler pengajaran IPS yang harus dicapai
sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:
1. Membekali
anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun
alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat.
2. Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan
menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat.
3. Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga
masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian.
4. Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan
keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan
integralnya.
5. Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan
IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, perkembangan masyarakat, perkembangan
ilmu dan teknologi (Nursid Sumaatmadja, 1980: 48).
Hal-hal yang harus dicapai tujuan
kurikuler pengajaran IPS di berbagai jenis dan jenjang pendidikan harus selalu
disesuaikan dengan kadar jenis dan jenjang pendidikan masing-masing. Akhirnya,
penjabaran lebih lanjut kurikuler yang secara operasional harus dicapai dan
dapat diukur pada proses belajar mengajar adalah tujuan instruksional suatu
bidang studi. Tujuan Instruksional merupakan unsur yang fundamental dari tujuan
yang bersifat umum dan tinggi kedudukannya.
Berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan
dari Bloom, tujuan instruksional dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Cognitive
Domain, Affective-Domain, dan Psychomotor Domain. (Bloom Benjamin, 1956:6).
Dalam ranah kognitif dapatlah dikatakan bahwa pembahasan IPS mengenai manusia
dan dunianya itu harus dapat dinalar supaya dapat dijadikan alat pengambilan
keputusan yang rasional dan tepat.
Jadi bahan kajian IPS bukanlah hal yang
bersifat hafalan belaka, melainkan konsep dan generalisasi yang diambil dari
analisis tentang manusia dan lingkungannya. Pengetahuan yang diperoleh dengan
pengertian dan pemahaman akan lebih fungsional. Perolehan pengetahuan dan
pemahaman yang telah dimiliki siswa diharapkan dapat mendorong tindakan yang
berdasarkan nalar, selanjutnya dapat diterapkan dalam kehidupannya. Nilai dan
sikap merupakan hal yang penting dalam ranah afektif, terutama nilai dan sikap
terhadap masyarakat dan kemanusiaan. Sebagai contohnya menghargai martabat
manusia dan peka terhadap perasaan orang lain, lebih-lebih lagi nilai dan sikap
terhadap negara dan bangsa.
Tujuan keterampilan yang dapat diraih
dalam pengajaran IPS sangatlah luas. Keterampilan-keterampilan yang
dikembangkan sudah barang tentu juga meliputi keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan, nilai, dan sikap.
Daftar
Pustaka
Achmad
Sanusi, Dt. (1971). Studi Sosial di Indonesia. Bandung: IKIP