BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
kehidupan yang nyata, sering dijumpai suatu keadaan dimana seseorang memiliki
kesulitan dalam belajar. Hal itu menyebabkan perkembangan belajar orang
tersebut akan menjadi terganggu. Berbagai macam permasalahan belajar ini sering
dialami oleh anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah, terutama anak-anak
SD. Banyak kejadian seorang anak lebih memilih bermain dengan teman-teman
sebayanya daripada menuruti orang tuanya untuk belajar. Ini merupakan salah
satu permasalahan yang dapat menyebabkan anak sulit belajar. Oleh karena itu
diperlukan kerjasama antara orang tua dan guru dalam mengatasi permasalahan
tersebut.
Seorang guru
dituntut untuk mengetahui apa saja yang menjadi prinsip dalam belajar, misalnya
mengenai teori-teori belajar. Diharapkan guru mampu mengaplikasikan
prinsip-prinsip belajar tersebut dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga
setelah melakukan proses belajar siswa akan mengalami perubahan tingkah laku
yang relatif menetap. Selain itu, seorang guru atau orang tua juga dituntut
untuk dapat memecahakan permasalahan-permasalahan belajar yang dialami anak
agar tidak mengganggu perkembangan belajar anak.
Dalam
makalah ini akan dipaparkan mengenai prinsip-prinsip belajar, berbagai teori
belajar menurut para ahli, kesulitan-kesulitan belajar serta permasalahan
belajar ditinjau dari aspek sosial emosional. Melalui makalah ini
diharapkan kita dapat menganalisis permasalahan belajar di SD dan mampu mencari
solusinya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan prinsip-prinsip belajar ?
2. Apa saja yang
termasuk dalam aliran psikologi belajar ?
3. Apa saja jenis
kesulitan dalam belajar ?
4. Apa saja
permasalahan belajar ditinjau dari aspek sosial emosional ?
C. Tujuan
1. Mengetahui
prinsip-prinsip belajar.
2. Mengetahui
aliran psikologi belajar.
3. Mengetahui
jenis kesulitan dalam belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-Prinsip
Belajar
Prinsip-prinsip
belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan di dalam proses belajar
mengajar. Seorang guru akan melaksanakan tugasnya dengan baik apabila dapat
menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar.
Dengan kata lain supaya dapat mengontrol sendiri apakah tugas-tugas mengajar
yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka guru perlu
memahami prinsip-prinsip belajar.
Belajar
diperoleh dari sebuah pengalaman yang didalamnya terdapat interaksi antara
manusia dan lingkungan. Selain itu, belajar merupakan suatu proses yang
berlangsung terus-menerus secara bertahap yang dilakukan untuk mencapai tujuan
atau cita-cita. Ada beberapa pengertian lain mengenai belajar menurut para
tokoh, yaitu sebagai berikut.
1.
Menurut Edward Walter
Belajar
adalah perubahan atau tingkah laku akibat pengalaman dan latihan.
2.
Menurut Clifford T. Morgan
Belajar
merupakan perubahan tingkah laku karena hasil pengalaman, sehingga memungkinkan
seseorang menghadapi situasi selanjutnya dengan cara yang berbeda-beda.
3.
Menurut Woodword
Belajar
yaitu perubahan yang relatif permanen akibat interaksi lingkungan.
4.
Menurut Crow dan Crow
Belajar
adalah suatu perubahan dalam individu karena kebiasaan, pengetahuan dan sikap.
5.
Menurut pakar-pakar yang lain,
belajar merupakan proses memiliki pengetahuan, dari yang tidak tahu menjadi
tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Selain itu, belajar merupakan
perubahan secara fisik maupun motorik. Belajar juga merupakan perubahan yang
menekankan aspek-aspek rohani.
Didalam
belajar, ada tiga ranah yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, yaitu:
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor yang berhubungan dengan
motorik kasar (melempar, menangkap, menendang) dan motorik halus (menulis dan
menggambar). Ketiga ranah tersebut perlu dilatih dengan memperhatikan
prinsip-prinsip belajar, yaitu:
1.
Tujuan yang terarah
2.
Motivasi yang kuat
3.
Bimbingan untuk mengetahui hambatan
dalam belajar
4.
Cara belajar dengan pemahaman
5.
Interaksi yang positif dan dinamis
antara individu dan lingkungan
6.
Teknik-teknik belajar
7.
Diskusi dan pemecahan masalah
8.
Mampu menerapkan apa yang telah
dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
Seorang anak
pergi ke sekolah tidak boleh karena terpaksa, melainkan karena suatu kebutuhan.
Orang tua dan guru hendaknya mengarahkan anak bahwa belajar adalah suatu
kebutuhan, serta membangun motivasi diri yang kuat bahwa dengan belajar di SD
berarti mempersiapkan hidup untuk masa depan. Hubungan yang positif antara guru
dan rang tua memungkinkan anak untuk belajar secara aktif. Misalnya, ketika
anak mengalami kesulitan, guru atau orang tua memberikan bimbingan agar apa
yang dipelajari dapat dipahami dengan mudah. Ada beberapa hal yang menyebabkan
anak mengalami kesalahan belajar, diantaranya sebagai berikut.
1.
Belajar tanpa adanya tujuan yang
jelas
2.
Belajar tanpa rencana ( hanya
insidental)
3.
Hanya menghafal tanpa memahami
4.
Tidak dikaitkan dengan pengalaman
dan teknik-teknik yang bervariasi
5.
Tidak ada pengelolaan waktu belajar
6.
Tidak menggunakan alat bantu atau
referensi yang utuh.
B.
Aliran
Psikologi Belajar
Secara
garis besar, terdapat tiga aliran psikologi yang membahas tentang
belajar.
Ketiganya ialah psikologi behavioristik, psikologi humanistik, dan psikologi
kognitif.
1. Aliran psikologi Behavioristik
Menurut
aliran ini, hasil belajar mampu merubah perilaku anak. Jika anak SD merasa senang belajar berarti Anda berhasil menciptakan
suasana yang kondusif di dalam kelas. Tokoh-tokoh aliran psikologi behavioristik
antara lain: Pavlov, Watson, Gatrie, Skinner. Mengkondisikan belajar dapat
dilakukan apabila proses belajar anak
tersebut berhasil. Anak dapat diberi
reward dalam bentuk hadiah dan pujian. Apabila anak itu tidak berhasil
dapat memacu anak agar mau belajar lagi
dengan pemberian penguatan negative (reinforcement negative).
2.
Aliran Psikologi Humanistik
Aliran
ini sangat menekankan pada inisiatif siswa sebagai pribadi yang diberi kebebasan untuk memotivasi diri dalam proses
belajar. Aliran ini tidak memaksakan
anak untuk belajar. Tokoh aliran ini antara lain: Bandura dan Ericson.
3.
Aliran Psikologi Kognitif
Aliran
ini berpendapat bahwa anak akanbelajar mandiri secara aktif apabila menerima rangsang-rangsang dari luar dirinya.
Setelah stimulus (rangsang) diterima
reseptor, rangsangan tersebut akan diterima dan diorganisasikan atau elaborasi
untuk disimpan dalam memori jangka panjang (long term memory, disingkat
MJP. Contoh, anak SD dapat menyebutkan kembali tanggal kemerdekaan
Republik Indonesia. Setelah ia pelajari, ia pun menyimpan tanggal tersebut
dalam ingatan jangka panjang. Apabila tanggal tersebut tidak diingat berarti proses penyimpanan stimulus diMJP
tidak tersimpan dengan baik, atau mungkin
lupa. Tokoh aliran ini ialah Piaget.
Cara
untuk membangkitkan motivasi belajar siswa SD diantaranya sebagai berikut.
1. Memadukan motif-motif kuat yang sudah
ada, melalui kegiatan bermain atau berkesperimen.
.
2. Memperjelas tujuan yang akan dicapai.
3. Merumuskan tujuan-tujuan sementara.
4. Merangsang pencapaian kegiatan.
5. Membuat situasi persaingan diantara
murid-murid.
6. Membuat persaingan dengan diri sendiri
7. Memberikan hasil kerja yang ingin dicapai.
8. Memberikan contoh-contoh yang positif.
Setelah
mempelajari cara-cara membangkitkan motivasi belajar,
berikut
tentang beberapa hukum belajar.
1. Hukum Kesamaan.
2. Hukum penuh makna
3. Hukum keterdekatan
4. Hukum ketertutupan
5. Hukum kontinuitas
Hukum-hukum
belajar ini perlu diaplikasikan dalam proses belajar mengajar agar mempermudah anak mengenal kembali padasaat
proses pembelajaran berlangsung.
Sajian
tentang hierarki belajar sebagai berikut :
1. Belajar dengan tanda.
2. Belajar dengan stimulus respon.
3. Belajar bersinambung.
4.
Belajar mengaitkan kata.
5. Belajar membedakan.
6. Belajar konsep melalui belajar mengenal
bentuk-bentuk baku.
C.
Kesulitan
Belajar
Proses belajar anak usia SD merupakan kondisi yang sangat penting sebagai
landasan pendidikan anak. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami
gangguan yang tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan atau
kesulitan belajar terutama pada anak SD merupakan suatu gejala yang bisa
menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi
tersendiri. Ada tiga jenis kesulitan belajar yang seringkali ditemui dalam
perkembangan seorang anak, yaitu sebagai berikut.
1.
Kesulitan belajar akademis
Kesulitan
belajar akademis meliputi:
a.
Kesulitan membaca
Kesulitan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya
kesulitan berat dalam mengerti bahan bacaan. Anak yang mengalami gangguan
membaca akan kesulitan dalam mengenal kata, mengucapkan, dan memahami apa yang
dibaca. Ada dua macam gangguan dalam membaca, yaitu:
§
Aphasia, disebabkan karena anak
kehilangan kemampuan membacanya.
§
Disleksia, disebabkan karena
gangguan fungsi saraf (neurologisnya rusak).
Faktor yang
menyebabkan kesulitan membaca, yaitu:
§
Psikologis (gagap), anak merasa malu
jika ditertawakan teman-temannya.
§
Hambatan didaktik-metodik, anak
mengenal bunyi huruf tetapi mereka kesulitan membacanya apabila huruf itu
dirangkai menjadi kata.
b.
Kesulitan menulis
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak, yaitu
kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan
masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Kesulitan menulis
disebabkan kerena kemampuan psikomotor yang kurang terlatih. Anak yang memiliki
kesulitan menulis sulit dalam membuat tulisan dan mengekspresikan diri melalui
tulisan. Macam-macam kesulitan menulis yaitu:
§
Disgraphia, merupakan kesulitan
menulis yang disebabkan gangguan saraf.
§
Hyperkenesis, kesulitan menulis yang
memiliki gerakan yang berlebih dan tidak normal. Misalnya, menghentak-hentakkan
kaki atau bergoyang-goyang terus ketika menulis.
c.
Kesulitan berhitung
Kesulitan berhitung merupakan gangguan matematik yang memiliki kesulitan
dalam kemampuan aritmatik. Kesulitan ini tidak disertai dengan adanya gangguan
penglihatan, pendengaran, fisik, atau emosi. Kesulitan berhitung disebut
”discalculia”. Anak akan mengalami kesulitan dalam memikirkan atau mengingat
informasi yang melibatkan angka-angka.
2.
Gangguan Simbolik
Gangguan simbolik yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu
obyek sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya. Ciri-cirinya
antara lain adalah :
a.
Siswa mampu mendengar tapi tidak
mengerti apa yang didengar.
b.
Mampu mengaitkan obyek yang dilihat,
namun mengalami gangguan pengamatan(visual reseptive)
c.
Mengalami gangguan gerak-gerik(motoraphasia)
3.
Gangguan Nonsimbolik
Gangguan nonsimbolik merupakan ketidakmampuan anak untuk memahami isi
pelajaran karena ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.
Kesulitan
belajar yang telah dipaparkan tersebut sangat berdampak pada proses belajar.
Namun, ada pula siswa SD yang karena proses kelahiran atau musibah mengalami cidera otak, sehingga siswa itu
tidak mampu untuk belajar. Ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu
yang tidak dapat dilakukan anak-anak yang sebaya seperti: mandi sendiri, sikat
gigi, menulis, membaca disebut learning
disability. Anak yang mengalami kerusakan saraf yang berat disebut learning disorder. Anak yang mempunyai
kecerdasan diatas rata-rata, namun prestasi akademiknya rendah disebut underachiever. Sedangkan anak yang
lamban belajar dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannyadengan tepat serta
waktu belajarnya lebih lama dibandingkan rata-rataanak seusianya disebut slow learner.
D.
Permasalahan
Belajar karena Gangguan Sosial Emosional
Sifat guru atau pendidik ingin mengajarkan anak didiknya yang berperilaku
baik dan pandai untuk membangun keberhasilan dalam proses belajar di kelas.
Namun, kadang kala ada anak yang tergolong mempunyai gangguan sosial emosional
yang nampak di kelas. Permasalahan sosial emosional dalam belajar antara lain:
1.
Hiperaktif
Anak hiperaktif cenderung tidak bisa diam. Ia cenderung bergerak terus
menerus, kadang suka berlarian, melompat-lompat, bahkan teriak-teriak di kelas.
Anak ini sulit untuk dikontrol, karena ia melakukan aktivitas sesuai kemauannya
sendiri.
2.
Distractibility Child
Anak distractibility seringkali mengalihkan perhatiannya ke berbagai obyek
lain di kelas. Anak ini mudah dipengaruhi, tetapi tidak bisa memusatkan
perhatian pada kegiatan-kegiatan yang berlangsung di kelas. Anak ini juga cepat
bosan.
3.
Poor Self Consept
Anak yang poor self consept cenderung pendiam, pasif, dan mudah
tersinggung. Mereka tidak berani bertanya atau menjawab karena merasa tidak
mampu dan cenderung kurang berani bergaul serta suka menyendiri.
4.
Impulsif
Anak yang impulsif cepat sekali bereaksi terhadap sesuatu di sekitarnya,
tetapi hal tersebut justru mencerminkan ketidakmampuannya. Misalnya, setiap
guru memberi pertanyaan, anak ini cepat bereaksi untuk cepat menjawab. Anak ini
seperti ingin menunjukkan bahwa ia pandai. Padahal cara menjawabnya justru
mencerminkan ketidakmampuannya.
5.
Distrucktive Behavior
Anak ini memiliki perilaku yang agresif. Sikap agresif yang negatif dalam
bentuk membanting dan melempar menunjukkan bahwa anak ini adalah anak yang
bermasalah (trouble maker). Anak ini cepat tersinggung dan bertempramen tinggi,
sehingga menjadi agresif.
6.
Distruptive Behavior
Anak ini sering mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak sopan. Dengan nada
mengejek, anak ini cenderung menentang guru.
7.
Dependency Child
Pada awalnya anak ini seperti sangat bergantung pada orangtuanya, dan
sering merasa takut serta tidak mampu memberanikan diri untuk melakukan sesuatu
sendiri. Hal ini terjadi karena sikap orangtua yang terlalu over protektif atau
sangat melindungi.
8.
Withdrawal
Anak yang withdrawal yaitu anak yang suka menarik diri dan pemalu. Keadaan
sosial ekonomi yang rendah akan mengakibatkan anak merasa bahwa dirinya bodoh
dan enggan untuk mencoba membuat atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan
karena dirinya merasa tidak mampu.
9.
Learning Disability
Anak ini tidak memiliki kemampuan mental yang setara dengan anak-anak
normal yang sebayanya. Anak seperti ini sulit untuk menganalisis, menangkap isi
pelajaran, dan mengaplikasikan apa yang dipelajari.
10.
Learning Disorder
Anak ini mempunyai cacat bawaan baik kerusakan fisik maupun saraf. Anak
seperti ini cenderung sulit belajar secara normal, sehingga membutuhkan
penanganan para ahli yang dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus.
11.
Underachiver
Anak ini mempunyai potensi intelektual di atas rata-rata, namun potensi
akademiknya di kelas sangat rendah. Semangat belajarnya juga sangat rendah.
12.
Overachiver
Anak ini mempunyai semangat belajar yang sangat tinggi. Ia merespon dengan
cepat. Anak ini tidak bisa menerima kegagalan dan tidak mudah menerima kritikan
dari siapapun termasuk dari gurunya.
13.
Slowlearner
Anak ini sulit menangkap pelajaran di kelas dan membutuhkan waktu yang lama
untuk dapat menjawab dan mengerjakan tugas-tugasnya.
14.
Social Interseption Child
Anak ini kurang peka dan tidak peduli terhadap lingkungannya. Anak ini
kurang tanggap dalam membaca ekspresi dan sulit bergaul dengan teman-teman yang
ada di kelas.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Permasalahan-permasalahan
yang terjadi pada anak usia sekolah dasar tidak hanya permasalahan yang
bersifat akademis, melainkan masalah-masalah sosial-emosional. Dalam proses
belajar mengajar seorang guru harus benar-benar mengetahui tentang teori-teori
belajar yang baik seperti yang telah dipaparkan para pakar. Sehingga siswa
mudah mengikuti proses belajar mengajar dengan baik.
B.
Saran
Guru dan orang tua harus bisa menjadi patner dalam rangka
mengatasi kesulitan belajar pada anak. Orang tua dan guru harus selalu memantau
perkembangan belajar anak. Jika dirasa ada gangguan-gangguan belajar pada anak,
maka penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat
mempengaruhi perasaan dan perilaku anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Kurnia,Inggridwati, dkk. 2007. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.