twitter


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam kehidupan yang nyata, sering dijumpai suatu keadaan dimana seseorang memiliki kesulitan dalam belajar. Hal itu menyebabkan perkembangan belajar orang tersebut akan menjadi terganggu. Berbagai macam permasalahan belajar ini sering dialami oleh anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah, terutama anak-anak SD. Banyak kejadian seorang anak lebih memilih bermain dengan teman-teman sebayanya daripada menuruti orang tuanya untuk belajar. Ini merupakan salah satu permasalahan yang dapat menyebabkan anak sulit belajar. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara orang tua dan guru dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Seorang guru dituntut untuk mengetahui apa saja yang menjadi prinsip dalam belajar, misalnya mengenai teori-teori belajar. Diharapkan guru mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip belajar tersebut dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga setelah melakukan proses belajar siswa akan mengalami perubahan tingkah laku yang relatif menetap. Selain itu, seorang guru atau orang tua juga dituntut untuk dapat memecahakan permasalahan-permasalahan belajar yang dialami anak agar tidak mengganggu perkembangan belajar anak.
Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai prinsip-prinsip belajar, berbagai teori belajar menurut para ahli, kesulitan-kesulitan belajar serta permasalahan belajar ditinjau dari aspek sosial emosional.  Melalui makalah ini diharapkan kita dapat menganalisis permasalahan belajar di SD dan mampu mencari solusinya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip belajar ?
2.      Apa saja yang termasuk dalam aliran psikologi belajar ?
3.      Apa saja jenis kesulitan dalam belajar ?
4.      Apa saja permasalahan belajar ditinjau dari aspek sosial emosional ?
C.      Tujuan
1.    Mengetahui prinsip-prinsip belajar.
2.    Mengetahui aliran psikologi belajar.
3.    Mengetahui jenis kesulitan dalam belajar.
4.    Mengetahui permasalahan belajar ditinjau dari aspek sosial emosional. 
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan di dalam proses belajar mengajar. Seorang guru akan melaksanakan tugasnya dengan baik apabila dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar. Dengan kata lain supaya dapat mengontrol sendiri apakah tugas-tugas mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka guru perlu memahami prinsip-prinsip belajar.
Belajar diperoleh dari sebuah pengalaman yang didalamnya terdapat interaksi antara manusia dan lingkungan. Selain itu, belajar merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus secara bertahap yang dilakukan untuk mencapai tujuan atau cita-cita. Ada beberapa pengertian lain mengenai belajar menurut para tokoh, yaitu sebagai berikut.
1.         Menurut Edward Walter
Belajar adalah perubahan atau tingkah laku akibat pengalaman dan latihan.
2.         Menurut Clifford T. Morgan
Belajar merupakan perubahan tingkah laku karena hasil pengalaman, sehingga memungkinkan seseorang menghadapi situasi selanjutnya dengan cara yang berbeda-beda.
3.         Menurut Woodword
Belajar yaitu perubahan yang relatif permanen akibat interaksi lingkungan.
4.         Menurut Crow dan Crow
Belajar adalah suatu perubahan dalam individu karena kebiasaan, pengetahuan dan sikap.
5.      Menurut pakar-pakar yang lain, belajar merupakan proses memiliki pengetahuan, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Selain itu, belajar merupakan perubahan secara fisik maupun motorik. Belajar juga merupakan perubahan yang menekankan aspek-aspek rohani.
Didalam belajar, ada tiga ranah yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor yang berhubungan dengan motorik kasar (melempar, menangkap, menendang) dan motorik halus (menulis dan menggambar). Ketiga ranah tersebut perlu dilatih dengan memperhatikan prinsip-prinsip belajar, yaitu:
1.         Tujuan yang terarah
2.         Motivasi yang kuat
3.         Bimbingan untuk mengetahui hambatan dalam belajar
4.         Cara belajar dengan pemahaman
5.         Interaksi yang positif dan dinamis antara individu dan lingkungan
6.         Teknik-teknik belajar
7.         Diskusi dan pemecahan masalah
8.         Mampu menerapkan apa yang telah dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
Seorang anak pergi ke sekolah tidak boleh karena terpaksa, melainkan karena suatu kebutuhan. Orang tua dan guru hendaknya mengarahkan anak bahwa belajar adalah suatu kebutuhan, serta membangun motivasi diri yang kuat bahwa dengan belajar di SD berarti mempersiapkan hidup untuk masa depan. Hubungan yang positif antara guru dan rang tua memungkinkan anak untuk belajar secara aktif. Misalnya, ketika anak mengalami kesulitan, guru atau orang tua memberikan bimbingan agar apa yang dipelajari dapat dipahami dengan mudah. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak mengalami kesalahan belajar, diantaranya sebagai berikut.
1.         Belajar tanpa adanya tujuan yang jelas
2.         Belajar tanpa rencana ( hanya insidental)
3.         Hanya menghafal tanpa memahami
4.         Tidak dikaitkan dengan pengalaman dan teknik-teknik yang bervariasi
5.         Tidak ada pengelolaan waktu belajar
6.         Tidak menggunakan alat bantu atau referensi yang utuh.
B.       Aliran Psikologi Belajar
Secara garis besar, terdapat tiga aliran psikologi yang membahas tentang
belajar. Ketiganya ialah psikologi behavioristik, psikologi humanistik, dan psikologi
kognitif.
1.  Aliran psikologi Behavioristik
Menurut aliran ini, hasil belajar mampu merubah perilaku anak. Jika anak SD  merasa senang belajar berarti Anda berhasil menciptakan suasana yang kondusif di dalam kelas. Tokoh-tokoh aliran psikologi behavioristik antara lain: Pavlov, Watson, Gatrie, Skinner. Mengkondisikan belajar dapat dilakukan apabila proses  belajar anak tersebut berhasil. Anak dapat diberi  reward dalam bentuk hadiah dan pujian. Apabila anak itu tidak berhasil dapat memacu anak agar mau belajar  lagi dengan pemberian penguatan negative (reinforcement negative).
2. Aliran Psikologi Humanistik
Aliran ini sangat menekankan pada inisiatif siswa sebagai pribadi yang diberi  kebebasan untuk memotivasi diri dalam proses belajar. Aliran ini tidak  memaksakan anak untuk belajar. Tokoh aliran ini antara lain: Bandura dan  Ericson.
3. Aliran Psikologi Kognitif
Aliran ini berpendapat bahwa anak akanbelajar mandiri secara aktif apabila  menerima rangsang-rangsang dari luar dirinya. Setelah stimulus (rangsang)  diterima reseptor, rangsangan tersebut akan diterima dan diorganisasikan atau elaborasi untuk disimpan dalam memori jangka panjang (long term memory,  disingkat  MJP. Contoh, anak SD dapat menyebutkan kembali tanggal kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah ia pelajari, ia pun menyimpan tanggal tersebut dalam ingatan jangka panjang. Apabila tanggal tersebut tidak diingat  berarti proses penyimpanan stimulus diMJP tidak tersimpan dengan baik, atau  mungkin lupa. Tokoh aliran ini ialah Piaget.
Cara untuk membangkitkan motivasi belajar siswa SD diantaranya sebagai berikut.
1. Memadukan motif-motif kuat yang sudah ada, melalui kegiatan bermain atau  berkesperimen. .
2.  Memperjelas tujuan yang akan dicapai.
3.  Merumuskan tujuan-tujuan sementara.
4.  Merangsang pencapaian kegiatan.
5.  Membuat situasi persaingan diantara murid-murid.
6.  Membuat persaingan dengan diri sendiri
7.  Memberikan hasil kerja yang ingin dicapai.
8.  Memberikan contoh-contoh yang positif.
Setelah mempelajari cara-cara membangkitkan motivasi belajar,
berikut tentang beberapa hukum belajar.
1.  Hukum Kesamaan. 
2.  Hukum penuh makna
3.  Hukum keterdekatan
4.  Hukum ketertutupan
5.  Hukum kontinuitas
Hukum-hukum belajar ini perlu diaplikasikan dalam proses belajar mengajar agar  mempermudah anak mengenal kembali padasaat proses pembelajaran berlangsung.
Sajian tentang hierarki belajar sebagai berikut :
1.  Belajar dengan tanda. 
2.  Belajar dengan stimulus respon.
3.  Belajar bersinambung.
4. Belajar mengaitkan kata.
5.  Belajar membedakan.
6.  Belajar konsep melalui belajar mengenal bentuk-bentuk baku. 
C.      Kesulitan Belajar
Proses belajar anak usia SD merupakan kondisi yang sangat penting sebagai landasan pendidikan anak. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan atau kesulitan belajar terutama pada anak SD merupakan suatu gejala yang bisa menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi tersendiri. Ada tiga jenis kesulitan belajar yang seringkali ditemui dalam perkembangan seorang anak, yaitu sebagai berikut.
1.         Kesulitan belajar akademis
Kesulitan belajar akademis meliputi:
a.       Kesulitan membaca
Kesulitan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam mengerti bahan bacaan. Anak yang mengalami gangguan membaca akan kesulitan dalam mengenal kata, mengucapkan, dan memahami apa yang dibaca. Ada dua macam gangguan dalam membaca, yaitu:
§   Aphasia, disebabkan karena anak kehilangan kemampuan membacanya.
§   Disleksia, disebabkan karena gangguan fungsi saraf (neurologisnya rusak).
Faktor yang menyebabkan kesulitan membaca, yaitu:
§   Psikologis (gagap), anak merasa malu jika ditertawakan teman-temannya.
§   Hambatan didaktik-metodik, anak mengenal bunyi huruf tetapi mereka kesulitan membacanya apabila huruf itu dirangkai menjadi kata.
b.        Kesulitan menulis
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak, yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Kesulitan menulis disebabkan kerena kemampuan psikomotor yang kurang terlatih. Anak yang memiliki kesulitan menulis sulit dalam membuat tulisan dan mengekspresikan diri melalui tulisan. Macam-macam kesulitan menulis yaitu:
§   Disgraphia, merupakan kesulitan menulis yang disebabkan gangguan saraf.
§   Hyperkenesis, kesulitan menulis yang memiliki gerakan yang berlebih dan tidak normal. Misalnya, menghentak-hentakkan kaki atau bergoyang-goyang terus ketika menulis.
c.         Kesulitan berhitung
Kesulitan berhitung merupakan gangguan matematik yang memiliki kesulitan dalam kemampuan aritmatik. Kesulitan ini tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik, atau emosi. Kesulitan berhitung disebut ”discalculia”. Anak akan mengalami kesulitan dalam memikirkan atau mengingat informasi yang melibatkan angka-angka.
2.         Gangguan Simbolik
Gangguan simbolik yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya. Ciri-cirinya antara lain adalah :
a.         Siswa mampu mendengar tapi tidak mengerti apa yang didengar.
b.        Mampu mengaitkan obyek yang dilihat, namun mengalami gangguan pengamatan(visual reseptive)
c.         Mengalami gangguan gerak-gerik(motoraphasia)
3.         Gangguan Nonsimbolik
Gangguan nonsimbolik merupakan ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran karena ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.
Kesulitan belajar yang telah dipaparkan tersebut sangat berdampak pada proses belajar. Namun, ada pula siswa SD yang karena proses kelahiran atau musibah  mengalami cidera otak, sehingga siswa itu tidak mampu untuk belajar. Ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang tidak dapat dilakukan anak-anak yang sebaya seperti: mandi sendiri, sikat gigi, menulis, membaca disebut learning disability. Anak yang mengalami kerusakan saraf yang berat disebut learning disorder. Anak yang mempunyai kecerdasan diatas rata-rata, namun prestasi akademiknya rendah disebut underachiever. Sedangkan anak yang lamban belajar dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannyadengan tepat serta waktu belajarnya lebih lama dibandingkan rata-rataanak seusianya disebut slow learner.
D.      Permasalahan Belajar karena Gangguan Sosial Emosional
Sifat guru atau pendidik ingin mengajarkan anak didiknya yang berperilaku baik dan pandai untuk membangun keberhasilan dalam proses belajar di kelas. Namun, kadang kala ada anak yang tergolong mempunyai gangguan sosial emosional yang nampak di kelas. Permasalahan sosial emosional dalam belajar antara lain:
1.         Hiperaktif
Anak hiperaktif cenderung tidak bisa diam. Ia cenderung bergerak terus menerus, kadang suka berlarian, melompat-lompat, bahkan teriak-teriak di kelas. Anak ini sulit untuk dikontrol, karena ia melakukan aktivitas sesuai kemauannya sendiri.
2.         Distractibility Child
Anak distractibility seringkali mengalihkan perhatiannya ke berbagai obyek lain di kelas. Anak ini mudah dipengaruhi, tetapi tidak bisa memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan yang berlangsung di kelas. Anak ini juga cepat bosan.
3.         Poor Self Consept
Anak yang poor self consept cenderung pendiam, pasif, dan mudah tersinggung. Mereka tidak berani bertanya atau menjawab karena merasa tidak mampu dan cenderung kurang berani bergaul serta suka menyendiri.
4.         Impulsif
Anak yang impulsif cepat sekali bereaksi terhadap sesuatu di sekitarnya, tetapi hal tersebut justru mencerminkan ketidakmampuannya. Misalnya, setiap guru memberi pertanyaan, anak ini cepat bereaksi untuk cepat menjawab. Anak ini seperti ingin menunjukkan bahwa ia pandai. Padahal cara menjawabnya justru mencerminkan ketidakmampuannya.
5.         Distrucktive Behavior
Anak ini memiliki perilaku yang agresif. Sikap agresif yang negatif dalam bentuk membanting dan melempar menunjukkan bahwa anak ini adalah anak yang bermasalah (trouble maker). Anak ini cepat tersinggung dan bertempramen tinggi, sehingga menjadi agresif.
6.         Distruptive Behavior
Anak ini sering mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak sopan. Dengan nada mengejek, anak ini cenderung menentang guru.
7.         Dependency Child
Pada awalnya anak ini seperti sangat bergantung pada orangtuanya, dan sering merasa takut serta tidak mampu memberanikan diri untuk melakukan sesuatu sendiri. Hal ini terjadi karena sikap orangtua yang terlalu over protektif atau sangat melindungi.
8.         Withdrawal
Anak yang withdrawal yaitu anak yang suka menarik diri dan pemalu. Keadaan sosial ekonomi yang rendah akan mengakibatkan anak merasa bahwa dirinya bodoh dan enggan untuk mencoba membuat atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan karena dirinya merasa tidak mampu.
9.         Learning Disability
Anak ini tidak memiliki kemampuan mental yang setara dengan anak-anak normal yang sebayanya. Anak seperti ini sulit untuk menganalisis, menangkap isi pelajaran, dan mengaplikasikan apa yang dipelajari.
10.     Learning Disorder
Anak ini mempunyai cacat bawaan baik kerusakan fisik maupun saraf. Anak seperti ini cenderung sulit belajar secara normal, sehingga membutuhkan penanganan para ahli yang dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus. 
11.     Underachiver
Anak ini mempunyai potensi intelektual di atas rata-rata, namun potensi akademiknya di kelas sangat rendah. Semangat belajarnya juga sangat rendah.
12.     Overachiver
Anak ini mempunyai semangat belajar yang sangat tinggi. Ia merespon dengan cepat. Anak ini tidak bisa menerima kegagalan dan tidak mudah menerima kritikan dari siapapun termasuk dari gurunya.
13.     Slowlearner
Anak ini sulit menangkap pelajaran di kelas dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menjawab dan mengerjakan tugas-tugasnya.
14.     Social Interseption Child
Anak ini kurang peka dan tidak peduli terhadap lingkungannya. Anak ini kurang tanggap dalam membaca ekspresi dan sulit bergaul dengan teman-teman yang ada di kelas. 
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada anak usia sekolah dasar tidak hanya permasalahan yang bersifat akademis, melainkan masalah-masalah sosial-emosional. Dalam proses belajar mengajar seorang guru harus benar-benar mengetahui tentang teori-teori belajar yang baik seperti yang telah dipaparkan para pakar. Sehingga siswa mudah mengikuti proses belajar mengajar dengan baik.
B.     Saran
Guru dan orang tua harus bisa menjadi patner dalam rangka mengatasi kesulitan belajar pada anak. Orang tua dan guru harus selalu memantau perkembangan belajar anak. Jika dirasa ada gangguan-gangguan belajar pada anak, maka penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak.

DAFTAR PUSTAKA

Kurnia,Inggridwati, dkk. 2007. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

0 komentar:

Posting Komentar