BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
dasar merupakan pondasi untuk pendidikan selanjutnya dan pendidikan nasional,
maka dari itu aset suatu bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam
yang melimpah, akan tetapi terletak pada sumber daya manusia yang
berkualitas. maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia Indonesia sebagai
kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai kemajuan
bangsa.
Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan Bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam
menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan
semacam itu sangat tepat jika diberikan di SD, demi perkembangan
siswa ke arah yang semaksimal mungkin. Guru sebagai salah satu
pendukung unsur pelaksana pendidikan mempunyai tanggung jawab sebagai pendukung
pelaksana layanan bimbingan pendidikan di sekolah, dituntut untuk memiliki
wawasan yang memadai terhadap konsep-konsep dasar bimbingan dan kebutuhan
bimbingan di sekolah.
Anak dengan
kebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasi dari kelompok anak pada
umumnya, oleh karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus.
Pelayanan tersebut dapat berbentuk pertolongan medik, latihan-latihan
therapeutic, maupun program pendidikan khusus, yang bertujuan untuk membantu
mereka mengurangi keterbatasannya dalam hidup bermasyarakat.
Dalam rangka mengidentifiksi
(menemukan) anak dengan kebutuhan khusus, diperlukan pengetahuan tentang
berbagai jenis dan gradasi (tingkat) kelainan organis maupun fungsional anak melalui
gejala-gejala yang dapat diamati sehari-hari.
Anak-anak berkebutuhan khusus,
adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan
karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian layanan
pendidikan yang dibutuhkan. Keragaman yang terjadi, memang terkadang
menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun
apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan
layanan yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal. Kita akan mengkaji
beberapa prinsip bimbingan dengan prinsip layanan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus, yang dilengkapi dengan beberapa ilustrasi yang akan
memudahkan pembaca untuk mengkajinya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yakni:
1.
Apa konsep dasar bimbingan?
2. Apa sajakah konsep
dasar bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus?
3.
Apa sajakah karakateristik
umum anak berkebutuhan khusus?
4.
Apa sajakah prinsip dasar
layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus?
5.
Bagaimana bentuk penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus?
C. Tujuan
Tujuan yang
ingin dicapai melalui penulisan makalah ini adalah:
1.
Menjelaskan konsep dasar bimbingan
2. Menjelaskan
konsep dasar bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus
3. Menjelaskan karakateristik umum anak berkebutuhan khusus
4. Menjelaskan prinsip dasar layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus
5.
Menjelaskan bentuk penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus
D. Manfaat
Adapun
manfaat makalah ini:
1.
Sebagai sumber bacaan dan tambahan bagi semua pihak
yang ingin mengetahui perbedaan prinsip bimbingan dengan prinsip anak
berkebutuhan khusus
2. Sebagai
bahan perbandingan dengan makalah lain yang mengangkat masalah yang sama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Dasar Bimbingan
Konsep dasar
bimbingan mencakup pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, serta asas-asas
bimbingan di SD.
1. Pengertian Bimbingan
Banyak ahli
yang telah merumuskan pengertian bimbingan. Di antaranya yang klasik dan sudah
cukup lama berkembang di Amerika Serikat serta banyak dikutip oleh para penulis
di Indonesia adalah sebagaimana dikemukakan oleh Crow& Crow (1960), Jones (1963),
dan Mortensen & Schmuller (1964) sebagai berikut:
Bimbingan
adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang yang telah terlatih dengan baik
dan memiliki kepribadian serta pendidikan yang memadai kepada individu dari
semua usia untuk membantu mengatur kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan
menanggung bebannya sendiri (Crow & Crow 1960:14).
Bimbingan
adalah bantuan yang diberikan kepada individu-individu dalam
menentukan pilihan-pilihan dan mengadakan berbagai penyesuaian secara bijaksana
dengan lingkungannya. Tujuan utama bimbingan adalah untuk mengembangkan setiap
individu sesuai dengan kemampuannya (Jones, dalam Djumhur dan M. Surya
1975:10).
Bimbingan
dapat diartikan sebagai bagian dari keseluruhan program pendidikan yang
membantu menyediakan kesempatan-kesempatan pribadi dan layanan-layanan petugas
ahli dengan mana setiap individu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan dan
kecakapan-kecakapannya secara penuh sesuai dengan yang diharapkan (Mortensen
& Shmuller, 1964:3)
Dari
definisi diatas dapat diangkat makna sebagai berikut:
a. Bimbingan merupakan suatu proses, yang
berkesinambungan. Bimbingan memiliki tahapan kegiatan yang
sistematis dan berencana yang terarah kepada
pencapaian tujuan.
b. Bimbingan merupakan “helping”,
yang identik dengan “aiding, assisting, atau awailing”. Dalam proses bimbingan,
pembimbing tidak memaksakan
kehendaknya sendiri, tetapi berperan sebagai fasilitator.
c. Individu yang dibantu adalah individu yang
sedang berkembang dengan segala keunikannya.
d. Tujuan bimbingan adalah perkembangan optimal, yaitu
perkembangan yang
sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar.
2. Tujuan
Pelayanan
bimbingan di sekolah memiliki tujuan tertentu. Tujuan itu dapat dibedakan atas
tujuan umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan umum
Secara umum pelayanan bimbingan di
sekolah terutama di SD bertujuan agar setelah mendapat pelayanan bimbingan
siswa dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan bakat,
kemampuan, dan nilai-nilai yang dimiliki. Tujuan ini dirumuskan berdasarkan
kenyataan adanya perbedaan antara siswa sesamanya. Setiap siswa memiliki
keunikan-keunikan tertentu.
b. Tujuan Khusus
Secara khusus pelayanan bimbingan di
sekolah bertujuan agar siswa dapat:
1)
Memahami
dirinya dengan baik.
2)
Memahami lingkungan sosial masyarakat dengan
baik.
3)
Membuat pilihan dan keputusan yang bijaksana.
4)
Mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dilingkungan sekolah.
5)
Mencapai kehidupan yang efektif dan produktif.
3. Fungsi Bimbingan
Beberapa
fungsi umum diadakannya bimbingan di SD yaitu:
a. Fungsi Pemahaman, yaitu Mengetahui
siapa dan bagaimana individu siswa
yang dibimbing, berusaha mengungkapkan dan memahami apa masalah dan kesulitan yang dihadapinya, apa dan bagaimana kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.
b. Fungsi Pencegahan (Preventif), yaitu
Pelayanan bimbingan harus memiliki
fungsi pencegahan, yaitu penciptaan suatu suasana agar pada diri siswa tidak timbul berbagai masalah yang
dapat menghambat proses belajar
dan perkembangannya. Kegiatan bimbingan yang mengarah pada pemenuhan fungsi ini antara lain adalah:
1)
Pemberian orientasi dan informasi
2)
Penciptaan kondisi pendidikan yang sehat dan
menunjang
3)
Kerjasama dengan orang tua murid
c. Fungsi Pemecahan (Pemberian Bantuan), yaitu
Fungsi pemecahan merupakan
usaha sekolah untuk mengatasi berbagai masalah atau kesulitan yang dialami siswa dalam proses belajar-mengajar di
sekolah. Fungsi pemecahan ini
dapat diselenggarakan oleh konselor atau guru sesuai
dengan jenis dan sifat dari kesulitan yang dialami oleh siswa.
d. Fungsi Pengembangan, yaitu Pelayanan
bimbingan bukan sekedar mengatasi
kesulitan yang dialami siswa melainkan juga berupaya agar siswa dapat mengembangkan segenap
potensi yang dimilikinya.
e. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi
bimbingan dalam membantu individu memilih
kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan
ciri-ciri kepribadiannya.
f. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi
bimbingan dalam membantu individu (siswa)
agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan
sekolah, atau norma-norma yang ada.
4. Prinsip-Prinsip Bimbingan
Pelayanan
bimbingan di sekolah hendaklah dilaksanakan menurut prinsip-prinsip tertentu,
yaitu:
a. Bimbingan adalah untuk semua murid.
b. Bimbingan melayani murid-murid dari semua
usia.
c. Bimbingan bersifat individualisasi.
d. Bimbingan harus mencakup semua bidang
pertumbuhan dan perkembangan siswa.
e. Bimbingan menekankan hal yang positif.
f. Bimbingan mendorong penemuan dan
pengembangan diri.
g. Pelaksanaan bimbingan menghendaki adanya
kerjasama dari murid, orang tua, kepala sekolah, dan konselor.
h. Bimbingan harus menjadi bagian yang
terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di Sekolah.
i. Bimbingan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada individu dan masyarakat.
. 5.
Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Pemenuhan
asas-asas bimbingan dan konseling akan memperlancar pelaksanaan dan menjamin
keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Asas-asas yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
a. Kerahasiaan,
b. Kesukarelaan,
c. Keterbukaan,
d. Kekinian,
e. Kemandirian,
f. Kegiatan,
g. Kedinamisan,
h. Keterpaduan
i. Kenormatifan,
j. Keahlian,
k. Alih tangan,
l. Tutwuri Handayani,
B.
Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian
anak berkebutuhan khusus
Secara
historis istilah untuk menyebutkan anak berkebutuhan khusus (ABK) mengalami
perubahan beberapa kali sesuai paradigma yang diyakini pada saat itu. Perubahan
yang dimaksud dimulai dari anak cacat, anak tuna, anak berkekurangan, anak luar
biasa atau anak berlainan sampai anak berkebutuhan khusus. Klirk (1986:5)
mengemukakan bahwa kekeliruan orang dalam memahami anak-anak ini akan berdampak
kepada bagaimana ia melakukan pendidikan bagi mereka.
Di Indonesia
penggunaan istilah tersebut baru diundangkan secara khusus pada tahun 1950
melalui Undang Undang Nomor 4, kemudian disusul dengan Undang Undang Nomor 12
tahun 1954.
Istilah yang
digunakan di Indonesia saat ini adalah anak berkebutuhan khusus sebagai
terjemahan dari istilah ”Children with Special needs”. Istilah ini muncul
sebagai akibat adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap anak luar
biasa (Exceptional Children). Pandangan ini baru meyakini
bahwa semua anak luar biasa mempunyai hak yang sama dengan manusia pada
umumnya. Oleh karena itu, semua anak luar biasa baik yang berat maupun yang
ringan harus di didik bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya di tempat yang
sama. Dengan perkataan lain
anak-anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang
mereka inginkan. System pendidikan seperti inilah yang disebut dengan
pendidikan inklusif. Dalam system pendidikan seperti ini digunakan istilah anak
berkebutuhan khusus untuk menggantikan istilah anak luar biasa yang mengandung
makna bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan khusus baik yang permanen maupun yang tidak permanen.
Yang
termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan
gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar
biasa dan anak cacat.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi
dari kebutuhan khusus, seperti disability,
impairment, danHandicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi
masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
a. Disability
: keterbatasan
atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya
digunakan dalam level individu.
b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya
digunakan pada level organ.
c. Handicap : Ketidak beruntungan
individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
C.
Karakateristik Umum Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus yang dimaksud di sini adalah anak yang mengalami
penyimpangan sedimikian rupa dari anak normal baik dalam karakteristik mental,
fisik, social, emosi, ataupun kombinasi dari hal-hal tersebut sehingga
memerlukan layanan pendidikan khusus supaya dapat mengembangkan potensinya
seoptimal mungkin.
Meskipun
anak berkebutuhan khusus itu berdiferensiasi, namun pada dasarnya mereka juga
memiliki karakteristik yang relative sama diantaranya dalam hal perkembangan
intelektual, sosialisasi, stabilitas emosi, dan komunikasi.
Dalam segi
perkembangan intelektual, rata-rata semua jenis anak berkebutuhan khusus
terhambat bahkan ada yang terhambat sekali. Hal ini tergantung tingkat
intensitas kelainannya dan derajat kedalaman pengalaman yang diberikan
kepadanya.
Dalam segi
sosialisasi, pada umumnya mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, meskipun di balik itu mengalami kemudahan dalam
menyesuaikan dengan sesama anak berkebutuhan khusus yang sama kelainannya.
Kesulitan menyesuaikan diri dapat terjadi karena adanya rasa rendah diri yang
disebabkan adanya kelainan ataupun keterbatasan dalam kesanggupan menyesuaikan
diri.
Dari
stabilitas emosi, nampak pada umumnya emosi kurang stabil, mudah putus asa,
tersinggung, konflik diri dan sebagainya. Hal ini muncul diduga karena
keterbatasannya di dalam gerak, wawasan dan mengendalikan diri.
Dari segi
komunikasi, mengalami hambatan terutama bagi mereka yang mempunyai kelainan
cukup berat, meskipun terbantu dengan kemampuan-kemampuan lainnya, misalnya
yang mengalami gangguan penglihatan dapat diatasi dengan pendengaran atau
perabaan, gangguan pendengaran dapat diatasi dengan penglihatan dan sebagainya.
D. Prinsip
Dasar layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Beberapa prinsip dasar dalam layanan anak berkebutuhan khusus pada
umumnya yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Prinsip dasar
tersebut menurut musjafak Assjari (1995) adalah sebagai berikut:
a.
Keseluruhan anak (all the
chilldren )
Layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada pemberian
kesempatan pada seluruh anak berkebutuhan khusus dari berbagai derajat, ragam,
dan bentuk kecacatan yang ada. Dengan layanan pendidikan diharapkan anak dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga ia dapat
mencapai hidup bahagia sesuai dengan kecacatannya. Oleh karena itu guru harus
kreatif. Guru dituntut mencari berbagai pendekatan pembelajaran yang cocok bagi
anak. Pendekatan tersebut harus disesuaiakan dengan keunikan dan karakteristik
dari masing – masing kecatatan.
b. Kenyataan (reality)
Pengungkapan tentang
kemampuan fisik dan psikologis pada masing – masing anak berkebutuhan khusus
mutlak dilakukan. Hal ini penting, mengingat melalui tahapan tersebut
pelaksanaan pendidikan maupun pelaksanaan
rehabilitasi dapat memberikan layanan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilki oleh masing – masing
anak berkebutuhan khusus. Dasar
pendidikan yang menempatkan pada kemampuan masing – masing anak tunadaksa inilah yang dimaknai sebagai dasr
yang berlandaskan pada kenyataan.
c.
Program yang dinamis (a
dynamic program)
Pendidikan pada dasarnya
bersifat dinamis. Pendidikan dikatakan dinamis karena yang menjadi subjek
pendidika adalah manusia yang sedang tumbuh dan berkembang, yang di dalamnya
terdapat proses yang bergradasi, berkesinambungan untuk mencapai sasaran
pendidikan. Dinamika dlam proses pendidikan terjadi karena subjek didinya
selalu berkembang, sehingga penyesuaian layanan harus memperhatikan
perkembangan yang terjadi pada subjek didik. Dinamika juga terjadi karena
perkembangan ilmu pengetahuan. Kedua kenyataan ini menuntut guru untuk mengkaji
teori – teori pendidikan yang berkembang setiap saat. Memperhatikan kedua
dinamika tersebut layanan pendidikan seharusnya memperhtikan karakteristik yang
cukup hetergen pada anak dengan segala dinamikanya.
d.
Kesempatan yang sama
(equality of opportunity)
Pada dasarnya anak
berkebutuhan khusus diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya
tanpa memprioritaskan jenis – jenis kecacatan yang dialaminya. Titik perhatian
yang utama pada anak berkebutuhan khusus adalah optimalisasi potensi yang
dimiliki masing – masing anak melalui jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Hal
– hal yang besifat teknis berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah
disesuiakan dengan kenyataan yang ada. Kesempatan yang sama dalam memperoleh
pendidikan menuntut penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
untuk menyediakan dan mengusahakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai
dengan kebutuhan anak dan variasi kecacatannya.
e.
Kerjasama (cooperative)
Pendidikan pada anak
berkebutuhan khusus tidak akan berhasil mengembangkan potensi merekajika tidak
melibatkan pihak – pihak yang terkait. Beberapa pihak terkait yang paling utama
dalah orang tua. Orang tua anak berkebutuhan khusus perlu dilibatkan dalam
merancang dan melaksanakan program pendidikan. Selain orang tua pihak lain.
Selain prinsip umum tersebut diatas, ada prinsip lain yang juga perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
Prinsip – prinsip yang dimaksud ialah :
1)
Prinsip Kasih Sayang
Sebagai manusia, anak
berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang
bukan belas kasihan. Kasih sayang yang dimaksudkan merupakan wujud penghargaan bahwa
sebagai manusia mereka memiliki kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan diakui bahwa mereka
adalah sama seperti anak-anak yang lainnya. Untuk itu, guru sudah
seharusnya mampu menggantikan
kedudukan orangtua untuk memberikan perasaan kasih sayang kepada anak. Wujud pemberian kasih sayang
dapat berupa sapaan, pemberian tugas sesuai dengan kemampuan anak, menghargai dan mengakui keberadaan anak.
2)
Prinsip keperagaan
Anak berkebutuhan khusus ada yang memiliki
kecerdasan dibawah rata-rata. Keadaan ini berakibat anak mengalami kesulitan
dalam menangkap informasi, ia memiliki keterbatasan daya tangkap pada hal-hal
yang kongkret , ia mengalami kesulitan dalam menangkap hal-hal yang abstrak.
Untuk itu, guru dalam membelajarkan anak hendaknya menggunakan alat peraga yang
memadai agar anak terbantu dalam menangkap pesan. Alat-alat peraga hendaknya
disesuaikan dengan bahan, suasana, dan perkembangan anak.
3)
Keterpaduan dan keserasian antar ranah
Dalam proses pembelajaran, ranah kognitif sering
memperoleh sentuhan yang ebih banyak, sementara ranah afeksi dan psikomotor
kadang terlupakan. Akibat yang terjadi dalam proses pembelajaran seperti ini
terjadi kepincangan dan ketidak utuhan dalam memperoleh makna dari apa yang
dipelajari. Keterpaduan dan keserasian antar ranah yang dirancang dan
dikembangkan secara komprehensif oleh guru dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran mendorong terbentuknya kepribadian yang utuh pada diri anak. Untuk
itu seyogyanya menciptakan media yang tepat untuk mengembangkan ketiga ranah
tersebut.
4)
Pengembangan minat dan bakat
Proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus
pada dasarnya mengembangkan bakat dan minat mereka. Minat dan bakat
masing-masing subyek didik mereka, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya.
Tugas guru dan orangtua adalah mengembangkan minat dan bakat yang terdapat pada
diri anak masing-masing. Hal ini dilakukan karena minat dan bakat seseorang
memberikan sumbangan dalam pencapaian keberhasilan. Oleh karena itu proses
pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus hendaknya didasarkan pada minat dan
bakat yang mereka miliki.
5)
Kemampuan anak
Heterogenitas mewarnai kelas-kelas pendidikan
pada anak berkebutuhan khusus, akibatnya masing-masing subyek didik perlu
memperoleh perhatian dan layanan yang sesuai dengan kemampuannya.
6)
Model
Guru merupakan model bagi subyek didiknya.
Perilaku guru akan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena itu guru perlu
merancang secermat mungkin pembelajaran agar model yang ditampilkannya oleh
guru dapat ditiru oleh anak.
7)
Pembiasaan
Penanaman pembiasaan pada anak normal lebih mudah
bila dibarengi dengan informasi pendukungnya. Hal ini tidak mudah bagi anak
berkebutuhan khusus. Pembiasaan pada anak berkebutuhan khusus harus dilakukan
secara berulang-ulang dan diiringi dengan contoh kongkret.
8)
Latihan
Latihan merupakan cara yang sering ditempuh dalam
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Latihan sering dilakukan bersamaan
dengan pembentukan pembiasaan.
9)
Pengulangan
Karakteristik umum anak berkebutuhan khusus
adalah mudah lupa. Oleh karana itu, pengulangan dalam memberikan informasi
perlu memperoleh perhatian tersendiri.
10)
Penguatan
Penguatan atau reinforcement merupakan
tuntutan untuk membentuk perilaku pada anak. Pemberian penguatan yang tepat
berupa pujian atau penghargaan yang lain terhadap munculnya perilaku yang
dikehendaki anak akan membantu terbentuknya perilaku.
Selain prinsip umum, ada
beberapa prinsip khusus yang perlu diperhatikan dalam layanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Prinsip khusus tersebut berkaitan erat dengan
kecacatan yang dialami anak. Prinsip khusus yang berkaitan dengan layanan
pendidikan anak tunanetra menurutAnnastasia Widjajanti dan Imanuel
Hitipeuw (1995) adalah :
a. Prisip totalitas
Prinsip totalitas berarti prisip keseluruhan atau keutuhan. Dalam prinsip
ini guru mengajar harus secara keseluruhan atau utuh. Keseluruhan dimaksudkan
bahwa dalam mengajarkan konsep sedapat mungkin melibatkan keseluruhan indera,
sedangkan keutuhan dimaksudkan bahwa konsep yang dikenalkan harus utuh, tidak
sepotong – potong. Misalnya, menjelaskan “tomat”, guru tidak hanya mengenalkan
model tomat , tetapi juga harus menunjukkan tomat yang asli, anak disuruh
meraba bentuk – bentuk tomat, mencium bau tomat, merasakan tomat, bahkan
melengkapinya dengan pohon tomat.
b.
Prinsip Keperagaan
Prinsip keperagaan sangan dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru pada
anak tunanetra. Prinsip keperagaan berkaitan erat dengan tipe belajar anak. Ada
anak yang mudah menerima konsep melalui indera perabaan, ada anak yang mudah
dengan indera pendengaran. Dengan peragaan anak akan terhindar dari verbalisme.
Misalnya, guru menerangkan perbedaan antara apel dan tomat. Guru harus membawa
kedua jenis buah tersebut. Anak harus dapat membedakan keduanya dari segi
teksture (kasar halus, keras lembut), berat, rasa, dan baunya. Contoh lain
misalnya guru menerangkan nyamuk , untuk suara mungkin dapat langsung, tetapi
untuk bentuk guru harus mencari spesimen nyamuk, yang besarnya ratusan kali
dari nyamuk yang sebenarnya.
c. Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan sangat dibutuhkan anak tunanetra dalam mempelajari
konsep. Mata pelajaran yang satu harus berhubungan dengan mata pelajaran yang
lain. Kesinambungan tersebut dalam hal materi dan istilah yang digunakan guru.
Istilah yang digunakan sebaiknya tidak terlalu banyak variasi.
d. Prinsip Aktivitas
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar anak. Murid
dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan guru. Reaksi ini
dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Anak
tunanetra diharapkan aktif dan tidak hanya mendengarkan. Tanpa aktivitas ,
konsep yang diterima anak hanya sedikit dan mereka akan merasa jenuh. Jika anak
aktif dalam pembelajaran, maka pengalaman mereka akan banyak, memperoleh
kepuasan dalam belajar sehingga akan mendorong rasa ingin tahu yang tinggi.
e. Prinsip individual
Prinsip individual dalam pembelajaran berarti pengajaran dilakukan dengan
memperhatikan perbedaan individu, potensi anak, bakat dan kemampuan masing –
masing anak. Prinsip ini merupakan ciri khusus dalam layanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus. Bagi anak tunanetra, prinsip induvidual mendorong guru
untuk memenuhi tuntutan variasi ketunaan dan kemampuan anak. Guru dituntut
sabar, telaten, ulet dan kreatif. Guru harus mengajar satu per satu sesuai
dengan perbedaan anak
E. Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus
Menurut
Hallahan dan Kauffman (1991) bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi anak bagi
anak berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan, yaitu :
1.
Regular Class Only (Kelas
biasa dengan guru biasa)
2.
Regular Class with Consultation (Kelas
biasa dengan konsultan guru PLB)
3.
Itinerant Teacher (Kelas
biasa dengan guru kunjung)
4.
Resource Teacher (Guru
sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa, naun dalam beberapa kesempatan
anak berada di ruang sumber dengan guru sumber)
5.
Pusat Diagnostik-Prescriptif
6.
Hospital or Homebound Instruction (Pendidikan
di rumah atau di rumah sakit, yakni kondisi anak yang memungkinkan belum masuk
kesekolah biasa)
7.
Self-contained Class (Kelas
khusus disekolah biasa bersama guru PLB)
8.
Special Day School (Sekolah
luar biasa tanpa asrama)
9.
Residential School (Sekolah
luar biasa berasrama)
Bentuk
penyelenggaraan pendidikan menurut Hallahan dan Kauffman (1991) tersebut
menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat dididik dimana saja,
disekolah, dirumah, ataupun dirumah sakit selama memungkinkan. Pilihannya anak
berkebutuhan khusus dapat di didik ditempat yang hampir tidak ada campur tangan
Guru PLB sama sekali dikelas reguler sampai dengan pelayanan pendidikan
disekolah khusus, seperti SLB untuk tunarungu, SLB untuk tunagrahita, SLB untuk
tunadaksa, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bimbingan
adalah suatu proses, sebagai suatu proses, bimbingan merupakan kegiatan yang
berkelanjutan, bimbingan adalah bantuan. Makna bantuan dalam bimbingan adalah
mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan siswa dan bantuan itu
diberikan kepada individu yang sedang berkembang, tujuan bimbingan adalah
perkembangan yang optimal.
Pada
dasarnya semua anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik dan permasalahan
yang realtif sama, yaitu mengalami hambatan perkembangan intelektualnya,
kesulitan dalam sosialisasi, emosinya tidak stabil, dan hambatan dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya.
Bimbingan
terhadap anak berkebutuhan khusus hendaknya dilaksanakan secara terus menerus
dan sistemik agar mereka kelak akan sanggup berdiri sendiri menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari masyarakatnya.
Jenis
layanan bimbingan yang hendaknya diberikan meliputi bimbingan perkembangan
fisik, bimbingan dalam mengatasi kesulitan belajar, bimbingan dalam mengatasi
kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan bimbingan vokasional
atau bimbingan pekerjaan
B.
SARAN
Guru sebagai pendukung pelaksana
layanan bimbingan pendidikan di sekolah, sebaiknya memiliki wawasan yang luas
dan memadai terhadap konsep-konsep dasar bimbingan serta konsep dasar anak berkebutuhan khusus di
sekolah.
1.
Kita sebagai
calon guru perlu memiliki keterampilan memahami perkembangan, kebutuhan, dan masalah siswa
2.
Menerapkan
dan mengoptimalkan pendekatan perkembangan dalam bimbingan
3.
Mampu
menciptakan kondisi dinamik untuk menciptakan perkembangan optimal.
DAFTAR PUSTAKA