twitter


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan dasar merupakan pondasi untuk pendidikan selanjutnya dan pendidikan nasional, maka dari itu aset suatu bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam yang melimpah, akan tetapi terletak pada sumber daya manusia yang berkualitas. maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia Indonesia sebagai kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai kemajuan bangsa.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan Bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di SD, demi perkembangan siswa ke arah yang semaksimal mungkin. Guru sebagai salah satu pendukung unsur pelaksana pendidikan mempunyai tanggung jawab sebagai pendukung pelaksana layanan bimbingan pendidikan di sekolah, dituntut untuk memiliki wawasan yang memadai terhadap konsep-konsep dasar bimbingan dan kebutuhan bimbingan di sekolah.
Anak dengan kebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, oleh karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus. Pelayanan tersebut dapat berbentuk pertolongan medik, latihan-latihan therapeutic, maupun program pendidikan khusus, yang bertujuan untuk membantu mereka mengurangi keterbatasannya dalam hidup bermasyarakat.
Dalam rangka mengidentifiksi (menemukan) anak dengan kebutuhan khusus, diperlukan pengetahuan tentang berbagai jenis dan gradasi (tingkat) kelainan organis maupun fungsional anak melalui gejala-gejala yang dapat diamati sehari-hari.
            Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian layanan pendidikan yang dibutuhkan. Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal. Kita akan mengkaji beberapa prinsip bimbingan dengan prinsip layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, yang dilengkapi dengan beberapa ilustrasi yang akan memudahkan pembaca untuk mengkajinya. 
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yakni:
1.    Apa konsep dasar bimbingan?
2.    Apa sajakah konsep dasar bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus?
3.    Apa sajakah karakateristik umum anak berkebutuhan khusus?
4.    Apa sajakah prinsip dasar layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus?
5.    Bagaimana bentuk penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan   khusus?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan makalah ini adalah:
1.    Menjelaskan konsep dasar bimbingan
2.    Menjelaskan konsep dasar bimbingan bagi anak berkebutuhan khusus
3.    Menjelaskan karakateristik umum anak berkebutuhan khusus
4.    Menjelaskan prinsip dasar layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus
5.    Menjelaskan bentuk penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan  khusus
D.  Manfaat
            Adapun manfaat makalah ini:
1.    Sebagai sumber bacaan dan tambahan bagi semua pihak yang ingin mengetahui perbedaan prinsip bimbingan dengan prinsip anak berkebutuhan khusus

2.    Sebagai bahan perbandingan dengan makalah lain yang mengangkat masalah yang sama.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Bimbingan
Konsep dasar bimbingan mencakup pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, serta asas-asas bimbingan di SD.
1.  Pengertian Bimbingan
Banyak ahli yang telah merumuskan pengertian bimbingan. Di antaranya yang klasik dan sudah cukup lama berkembang di Amerika Serikat serta banyak dikutip oleh para penulis di Indonesia adalah sebagaimana dikemukakan oleh Crow& Crow (1960), Jones (1963), dan Mortensen & Schmuller (1964) sebagai berikut:
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang yang telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian serta pendidikan yang memadai kepada individu dari semua usia untuk membantu mengatur kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri (Crow & Crow 1960:14).
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu-individu  dalam menentukan pilihan-pilihan dan mengadakan berbagai penyesuaian secara bijaksana dengan lingkungannya. Tujuan utama bimbingan adalah untuk mengembangkan setiap individu sesuai dengan kemampuannya (Jones, dalam Djumhur dan M. Surya 1975:10).
Bimbingan dapat diartikan sebagai bagian dari keseluruhan program pendidikan yang membantu menyediakan kesempatan-kesempatan pribadi dan layanan-layanan petugas ahli dengan mana setiap individu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan dan kecakapan-kecakapannya secara penuh sesuai dengan yang diharapkan (Mortensen & Shmuller, 1964:3)
Dari definisi diatas dapat diangkat makna sebagai berikut:
a. Bimbingan merupakan suatu proses, yang berkesinambungan. Bimbingan memiliki tahapan kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan.
b. Bimbingan merupakan “helping”, yang identik dengan “aiding, assisting, atau awailing”. Dalam proses bimbingan, pembimbing tidak memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi berperan sebagai fasilitator.
c. Individu yang dibantu adalah individu yang sedang berkembang dengan segala keunikannya.
d. Tujuan bimbingan adalah perkembangan optimal,  yaitu perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar.
2.  Tujuan
Pelayanan bimbingan di sekolah memiliki tujuan tertentu. Tujuan itu dapat dibedakan atas tujuan umum dan tujuan khusus.
a.      Tujuan umum
Secara umum pelayanan bimbingan di sekolah terutama di SD bertujuan agar setelah mendapat pelayanan bimbingan siswa dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, dan nilai-nilai yang dimiliki. Tujuan ini dirumuskan berdasarkan kenyataan adanya perbedaan antara siswa sesamanya. Setiap siswa memiliki keunikan-keunikan tertentu.
b.     Tujuan Khusus
Secara khusus pelayanan bimbingan di sekolah bertujuan agar siswa dapat:
1)      Memahami dirinya dengan baik.
2)      Memahami lingkungan sosial masyarakat dengan baik.
3)      Membuat pilihan dan keputusan yang bijaksana.
4)      Mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dilingkungan sekolah.
5)      Mencapai kehidupan yang efektif dan produktif.
3.  Fungsi Bimbingan
Beberapa fungsi umum diadakannya bimbingan di SD yaitu:
a.       Fungsi Pemahamanyaitu Mengetahui siapa dan bagaimana individu siswa yang dibimbing, berusaha mengungkapkan dan memahami apa masalah dan kesulitan yang dihadapinya, apa dan bagaimana kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.
b.       Fungsi Pencegahan (Preventif), yaitu Pelayanan bimbingan harus memiliki fungsi pencegahan, yaitu penciptaan suatu suasana agar pada diri siswa tidak timbul berbagai masalah yang dapat menghambat proses belajar dan perkembangannya. Kegiatan bimbingan yang mengarah pada pemenuhan fungsi ini antara lain adalah:
1)      Pemberian orientasi dan informasi
2)       Penciptaan kondisi pendidikan yang sehat dan menunjang
3)       Kerjasama dengan orang tua murid
c.        Fungsi Pemecahan (Pemberian Bantuan), yaitu Fungsi pemecahan merupakan usaha sekolah untuk mengatasi berbagai masalah atau kesulitan yang dialami siswa dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Fungsi pemecahan ini dapat diselenggarakan oleh konselor atau guru sesuai dengan jenis dan sifat dari kesulitan yang dialami oleh siswa.
d.       Fungsi Pengembangan, yaitu Pelayanan bimbingan bukan sekedar mengatasi kesulitan yang dialami siswa melainkan juga berupaya agar siswa dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya.
e.       Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadiannya.
f.         Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma-norma yang   ada.
4.  Prinsip-Prinsip Bimbingan
Pelayanan bimbingan di sekolah hendaklah dilaksanakan menurut prinsip-prinsip tertentu, yaitu:
a.   Bimbingan adalah untuk semua murid.
b. Bimbingan melayani murid-murid dari semua usia.
c. Bimbingan bersifat individualisasi.
d. Bimbingan harus mencakup semua bidang pertumbuhan dan perkembangan siswa.
e. Bimbingan menekankan hal yang positif.
f. Bimbingan mendorong penemuan dan pengembangan diri.
g. Pelaksanaan bimbingan menghendaki adanya kerjasama dari murid, orang tua, kepala sekolah, dan konselor.
h. Bimbingan harus menjadi bagian yang terpadu dalam keseluruhan program  pendidikan di Sekolah.
i.  Bimbingan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada individu dan masyarakat.
.      5.  Asas-Asas Bimbingan  dan Konseling
Pemenuhan asas-asas bimbingan dan konseling akan memperlancar pelaksanaan dan menjamin keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Asas-asas yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a.  Kerahasiaan,
b.  Kesukarelaan,
c.  Keterbukaan,
d.  Kekinian,
e.  Kemandirian,
f.  Kegiatan,
g.  Kedinamisan,
h.  Keterpaduan
i.   Kenormatifan,
j.  Keahlian,
k.  Alih tangan,
l.  Tutwuri Handayani,  
B.  Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus
1.         Pengertian anak berkebutuhan khusus
Secara historis istilah untuk menyebutkan anak berkebutuhan khusus (ABK) mengalami perubahan beberapa kali sesuai paradigma yang diyakini pada saat itu. Perubahan yang dimaksud dimulai dari anak cacat, anak tuna, anak berkekurangan, anak luar biasa atau anak berlainan sampai anak berkebutuhan khusus. Klirk (1986:5) mengemukakan bahwa kekeliruan orang dalam memahami anak-anak ini akan berdampak kepada bagaimana ia melakukan pendidikan bagi mereka.
Di Indonesia penggunaan istilah tersebut baru diundangkan secara khusus pada tahun 1950 melalui Undang Undang Nomor 4, kemudian disusul dengan Undang Undang Nomor 12 tahun 1954.
Istilah yang digunakan di Indonesia saat ini adalah anak berkebutuhan khusus sebagai terjemahan dari istilah ”Children with Special needs”. Istilah ini muncul sebagai akibat adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap anak luar biasa (Exceptional  Children). Pandangan ini baru meyakini bahwa semua anak luar biasa mempunyai hak yang sama dengan manusia pada umumnya. Oleh karena itu, semua anak luar biasa baik yang berat maupun yang ringan harus di didik bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya di tempat yang sama. Dengan perkataan lain anak-anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang mereka inginkan. System pendidikan seperti inilah yang disebut dengan pendidikan inklusif. Dalam system pendidikan seperti ini digunakan istilah anak berkebutuhan khusus untuk menggantikan istilah anak luar biasa yang mengandung makna bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan khusus  baik yang permanen maupun yang tidak permanen.
            Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, danHandicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
a. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
c. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan   dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan       peran yang normal pada individu.
C.  Karakateristik Umum Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus yang dimaksud di sini adalah anak yang mengalami penyimpangan sedimikian rupa dari anak normal baik dalam karakteristik mental, fisik, social, emosi, ataupun kombinasi dari hal-hal tersebut sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus supaya dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Meskipun anak berkebutuhan khusus itu berdiferensiasi, namun pada dasarnya mereka juga memiliki karakteristik yang relative sama diantaranya dalam hal perkembangan intelektual, sosialisasi, stabilitas emosi, dan komunikasi.
Dalam segi perkembangan intelektual, rata-rata semua jenis anak berkebutuhan khusus terhambat bahkan ada yang terhambat sekali. Hal ini tergantung tingkat intensitas kelainannya dan derajat kedalaman pengalaman yang diberikan kepadanya.
Dalam segi sosialisasi, pada umumnya mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, meskipun di balik itu mengalami kemudahan dalam menyesuaikan dengan sesama anak berkebutuhan khusus yang sama kelainannya. Kesulitan menyesuaikan diri dapat terjadi karena adanya rasa rendah diri yang disebabkan adanya kelainan ataupun keterbatasan dalam kesanggupan menyesuaikan diri.
Dari stabilitas emosi, nampak pada umumnya emosi kurang stabil, mudah putus asa, tersinggung, konflik diri dan sebagainya. Hal ini muncul diduga karena keterbatasannya di dalam gerak, wawasan dan mengendalikan diri.
Dari segi komunikasi, mengalami hambatan terutama bagi mereka yang mempunyai kelainan cukup berat, meskipun terbantu dengan kemampuan-kemampuan lainnya, misalnya yang mengalami gangguan penglihatan dapat diatasi dengan pendengaran atau perabaan, gangguan pendengaran dapat diatasi dengan penglihatan dan sebagainya.
D.  Prinsip Dasar layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
   Beberapa prinsip dasar dalam layanan anak berkebutuhan khusus pada umumnya yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Prinsip dasar tersebut menurut musjafak Assjari (1995) adalah sebagai berikut:
a.       Keseluruhan anak (all the chilldren )
Layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada pemberian kesempatan pada seluruh anak berkebutuhan khusus dari berbagai derajat, ragam, dan bentuk kecacatan yang ada. Dengan layanan pendidikan diharapkan anak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga ia dapat mencapai hidup bahagia sesuai dengan kecacatannya. Oleh karena itu guru harus kreatif. Guru dituntut mencari berbagai pendekatan pembelajaran yang cocok bagi anak. Pendekatan tersebut harus disesuaiakan dengan keunikan dan karakteristik dari masing – masing kecatatan.
b.      Kenyataan (reality)
Pengungkapan tentang kemampuan fisik dan psikologis pada masing – masing anak berkebutuhan khusus mutlak dilakukan.  Hal ini penting, mengingat melalui tahapan tersebut pelaksanaan pendidikan maupun             pelaksanaan rehabilitasi dapat memberikan layanan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilki oleh masing – masing anak berkebutuhan khusus. Dasar pendidikan yang menempatkan pada kemampuan masing – masing anak tunadaksa inilah yang dimaknai sebagai dasr yang berlandaskan pada kenyataan.
c.       Program yang dinamis (a dynamic program)
          Pendidikan pada dasarnya bersifat dinamis. Pendidikan dikatakan dinamis karena yang menjadi subjek pendidika adalah manusia yang sedang tumbuh dan berkembang, yang di dalamnya terdapat proses yang bergradasi, berkesinambungan untuk mencapai sasaran pendidikan. Dinamika dlam proses pendidikan terjadi karena subjek didinya selalu berkembang, sehingga penyesuaian layanan harus memperhatikan perkembangan yang terjadi pada subjek didik. Dinamika juga terjadi karena perkembangan ilmu pengetahuan. Kedua kenyataan ini menuntut guru untuk mengkaji teori – teori pendidikan yang berkembang setiap saat. Memperhatikan kedua dinamika tersebut layanan pendidikan seharusnya memperhtikan karakteristik yang cukup hetergen pada anak dengan segala dinamikanya.
d.      Kesempatan yang sama (equality of opportunity)
            Pada dasarnya anak berkebutuhan khusus diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya tanpa memprioritaskan jenis – jenis kecacatan yang dialaminya. Titik perhatian yang utama pada anak berkebutuhan khusus adalah optimalisasi potensi yang dimiliki masing – masing anak melalui jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Hal – hal yang besifat teknis berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah disesuiakan dengan kenyataan yang ada. Kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan menuntut penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus untuk menyediakan dan mengusahakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak dan variasi kecacatannya.
e.       Kerjasama (cooperative)
Pendidikan pada anak berkebutuhan khusus tidak akan berhasil mengembangkan potensi merekajika tidak melibatkan pihak – pihak yang terkait. Beberapa pihak terkait yang paling utama dalah orang tua. Orang tua anak berkebutuhan khusus perlu dilibatkan dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan. Selain orang tua pihak lain.
Selain prinsip umum tersebut diatas, ada prinsip lain yang juga perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsip – prinsip yang dimaksud ialah :
1)        Prinsip Kasih Sayang
Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang bukan belas kasihan. Kasih sayang yang dimaksudkan merupakan wujud penghargaan bahwa sebagai manusia mereka memiliki kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan diakui bahwa mereka adalah sama seperti anak-anak yang lainnya. Untuk itu, guru sudah seharusnya mampu menggantikan kedudukan orangtua untuk memberikan perasaan      kasih sayang kepada anak. Wujud pemberian kasih sayang dapat berupa sapaan, pemberian tugas sesuai dengan kemampuan anak, menghargai dan mengakui keberadaan anak.
2)        Prinsip keperagaan
Anak berkebutuhan khusus ada yang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata. Keadaan ini berakibat anak mengalami kesulitan dalam menangkap informasi, ia memiliki keterbatasan daya tangkap pada hal-hal yang kongkret , ia mengalami kesulitan dalam menangkap hal-hal yang abstrak. Untuk itu, guru dalam membelajarkan anak hendaknya menggunakan alat peraga yang memadai agar anak terbantu dalam menangkap pesan. Alat-alat peraga hendaknya disesuaikan dengan bahan, suasana, dan perkembangan anak.
3)        Keterpaduan dan keserasian antar ranah
Dalam proses pembelajaran, ranah kognitif sering memperoleh sentuhan yang ebih banyak, sementara ranah afeksi dan psikomotor kadang terlupakan. Akibat yang terjadi dalam proses pembelajaran seperti ini terjadi kepincangan dan ketidak utuhan dalam memperoleh makna dari apa yang dipelajari. Keterpaduan dan keserasian antar ranah yang dirancang dan dikembangkan secara komprehensif oleh guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran mendorong terbentuknya kepribadian yang utuh pada diri anak. Untuk itu seyogyanya menciptakan media yang tepat untuk mengembangkan ketiga ranah tersebut.
4)        Pengembangan minat dan bakat
Proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus pada dasarnya mengembangkan bakat dan minat mereka. Minat dan bakat masing-masing subyek didik mereka, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan orangtua adalah mengembangkan minat dan bakat yang terdapat pada diri anak masing-masing. Hal ini dilakukan karena minat dan bakat seseorang memberikan sumbangan dalam pencapaian keberhasilan. Oleh karena itu proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus hendaknya didasarkan pada minat dan bakat yang mereka miliki.
5)        Kemampuan anak
Heterogenitas mewarnai kelas-kelas pendidikan pada anak berkebutuhan khusus, akibatnya masing-masing subyek didik perlu memperoleh perhatian dan layanan yang sesuai dengan kemampuannya.
6)        Model
Guru merupakan model bagi subyek didiknya. Perilaku guru akan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena itu guru perlu merancang secermat mungkin pembelajaran agar model yang ditampilkannya oleh guru dapat ditiru oleh anak.
7)        Pembiasaan
Penanaman pembiasaan pada anak normal lebih mudah bila dibarengi dengan informasi pendukungnya. Hal ini tidak mudah bagi anak berkebutuhan khusus. Pembiasaan pada anak berkebutuhan khusus harus dilakukan secara berulang-ulang dan diiringi dengan contoh kongkret.
8)        Latihan
Latihan merupakan cara yang sering ditempuh dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Latihan sering dilakukan bersamaan dengan pembentukan pembiasaan.
9)        Pengulangan
Karakteristik umum anak berkebutuhan khusus adalah mudah lupa. Oleh karana itu, pengulangan dalam memberikan informasi perlu memperoleh perhatian tersendiri.
10)    Penguatan
Penguatan atau reinforcement merupakan tuntutan untuk membentuk perilaku pada anak. Pemberian penguatan yang tepat berupa pujian atau penghargaan yang lain terhadap munculnya perilaku yang dikehendaki anak akan membantu terbentuknya perilaku.
            Selain prinsip umum, ada beberapa prinsip khusus yang perlu diperhatikan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsip khusus tersebut berkaitan erat dengan kecacatan yang dialami anak. Prinsip khusus yang berkaitan dengan layanan pendidikan anak tunanetra menurutAnnastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah :
a.   Prisip totalitas
Prinsip totalitas berarti prisip keseluruhan atau keutuhan. Dalam prinsip ini guru mengajar harus secara keseluruhan atau utuh. Keseluruhan dimaksudkan bahwa dalam mengajarkan konsep sedapat mungkin melibatkan keseluruhan indera, sedangkan keutuhan dimaksudkan bahwa konsep yang dikenalkan harus utuh, tidak sepotong – potong. Misalnya, menjelaskan “tomat”, guru tidak hanya mengenalkan model tomat , tetapi juga harus menunjukkan tomat yang asli, anak disuruh meraba bentuk – bentuk tomat, mencium bau tomat, merasakan tomat, bahkan melengkapinya dengan pohon tomat.
b.   Prinsip Keperagaan
Prinsip keperagaan sangan dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru pada anak tunanetra. Prinsip keperagaan berkaitan erat dengan tipe belajar anak. Ada anak yang mudah menerima konsep melalui indera perabaan, ada anak yang mudah dengan indera pendengaran. Dengan peragaan anak akan terhindar dari verbalisme. Misalnya, guru menerangkan perbedaan antara apel dan tomat. Guru harus membawa kedua jenis buah tersebut. Anak harus dapat membedakan keduanya dari segi teksture (kasar halus, keras lembut), berat, rasa, dan baunya. Contoh lain misalnya guru menerangkan nyamuk , untuk suara mungkin dapat langsung, tetapi untuk bentuk guru harus mencari spesimen nyamuk, yang besarnya ratusan kali dari nyamuk yang sebenarnya.
c.   Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan sangat dibutuhkan anak tunanetra dalam mempelajari konsep. Mata pelajaran yang satu harus berhubungan dengan mata pelajaran yang lain. Kesinambungan tersebut dalam hal materi dan istilah yang digunakan guru. Istilah yang digunakan sebaiknya tidak terlalu banyak variasi.
d.  Prinsip Aktivitas
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar anak. Murid dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan guru. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Anak tunanetra diharapkan aktif dan tidak hanya mendengarkan. Tanpa aktivitas , konsep yang diterima anak hanya sedikit dan mereka akan merasa jenuh. Jika anak aktif dalam pembelajaran, maka pengalaman mereka akan banyak, memperoleh kepuasan dalam belajar sehingga akan mendorong rasa ingin tahu yang tinggi.
e.  Prinsip individual
Prinsip individual dalam pembelajaran berarti pengajaran dilakukan dengan memperhatikan perbedaan individu, potensi anak, bakat dan kemampuan masing – masing anak. Prinsip ini merupakan ciri khusus dalam layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Bagi anak tunanetra, prinsip induvidual mendorong guru untuk memenuhi tuntutan variasi ketunaan dan kemampuan anak. Guru dituntut sabar, telaten, ulet dan kreatif. Guru harus mengajar satu per satu sesuai dengan perbedaan anak
E.  Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Hallahan dan Kauffman (1991) bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi anak bagi anak berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan, yaitu :
1.        Regular Class Only (Kelas biasa dengan guru biasa)
2.        Regular Class with Consultation (Kelas biasa dengan konsultan guru PLB)
3.        Itinerant Teacher (Kelas biasa dengan guru kunjung)
4.        Resource Teacher (Guru sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa, naun dalam beberapa kesempatan anak berada di ruang sumber dengan guru sumber)
5.        Pusat Diagnostik-Prescriptif
6.        Hospital or Homebound Instruction (Pendidikan di rumah atau di rumah sakit, yakni kondisi anak yang memungkinkan belum masuk kesekolah biasa)
7.        Self-contained Class (Kelas khusus disekolah biasa bersama guru PLB)
8.        Special Day School (Sekolah luar biasa tanpa asrama)
9.        Residential School (Sekolah luar biasa berasrama)
Bentuk penyelenggaraan pendidikan menurut Hallahan dan Kauffman (1991) tersebut menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat dididik dimana saja, disekolah, dirumah, ataupun dirumah sakit selama memungkinkan. Pilihannya anak berkebutuhan khusus dapat di didik ditempat yang hampir tidak ada campur tangan Guru PLB sama sekali dikelas reguler sampai dengan pelayanan pendidikan disekolah khusus, seperti SLB untuk tunarungu, SLB untuk tunagrahita, SLB untuk tunadaksa, dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
            Bimbingan adalah suatu proses, sebagai suatu proses, bimbingan merupakan kegiatan yang berkelanjutan, bimbingan adalah bantuan. Makna bantuan dalam bimbingan adalah mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan siswa dan bantuan itu diberikan kepada individu yang sedang berkembang, tujuan bimbingan adalah perkembangan yang optimal.
Pada dasarnya semua anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik dan permasalahan yang realtif sama, yaitu mengalami hambatan perkembangan intelektualnya, kesulitan dalam sosialisasi, emosinya tidak stabil, dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.
            Bimbingan terhadap anak berkebutuhan khusus hendaknya dilaksanakan secara terus menerus dan sistemik agar mereka kelak akan sanggup berdiri sendiri menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakatnya.
            Jenis layanan bimbingan yang hendaknya diberikan meliputi bimbingan perkembangan fisik, bimbingan dalam mengatasi kesulitan belajar, bimbingan dalam mengatasi kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan bimbingan vokasional atau bimbingan pekerjaan
B.  SARAN
      Guru sebagai pendukung pelaksana layanan bimbingan pendidikan di sekolah, sebaiknya memiliki wawasan yang luas dan memadai terhadap konsep-konsep dasar bimbingan serta  konsep dasar anak berkebutuhan khusus di sekolah.
1.    Kita sebagai calon guru perlu memiliki keterampilan memahami perkembangan, kebutuhan, dan masalah siswa
2.    Menerapkan dan mengoptimalkan pendekatan perkembangan dalam bimbingan
3.    Mampu menciptakan kondisi dinamik untuk menciptakan perkembangan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar