RADEN AJENG KARTINI
Pada akhir abad ke-19 muncul tokoh
wanita yang bernama Raden Ajeng Kartini. Raden Ajeng Kartini dilahirkan di Mayong
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879. Beliau adalah Putri
dari seorang Bupati Jepara pada waktu itu, yaitu Raden Mas Adipati
Sastrodiningrat. Dan merupakan cucu dari Bupati Demak, yaitu Tjondronegoro.
Pada waktu itu kelahiran Raden Ajeng Kartini, nasib kaum wanita penuh dengan
kegelapan, kehampaan, dari segala harapan, ketiadaan dalam segala perjuangan,
dan tidak lebih dari perabot kaum laki-laki belaka, dan bertugas tidak lain
dari yang telah ditentukan secara alamiah, yaitu mengurus dan mengatur rumah
tangga saja, kaum wanita telah dirampas dan diinjak-injak harkat dan
martabatnya sebagai manusia.
Daya berpikir kaum wanita tidak
dapat berkembang sebagaimana mestinya, kaum wanita tidak diberi kesempatan
untuk mengembangkan dirinya untuk melebihi dari apa yang diterimanya dari alam.
Karena kaum wanita tidak berdiri kesempatan untuk belajar membaca, menulis
dan sebagainya. Dengan kata lain kaum wanita hanya mempunyai kewajiban tetapi
tidak mempunyai hak sama sekali.
Raden Ajeng Kartini yang telah
meningkat dewasa pada waktu itu, tidak dapat melihat kenyataan ini meskipun
beliau dilahirkan didalam lingkungan ditengah-tengah kebangsawanan atau
keningratan yang pada waktu itu mempunyai taraf kehidupan sosial yang sangat
berbeda dengan masyarakat banyak yang hidup didalam lingkungan kehidupan adat
yang sangat mengekang kebebasan tetapi beliau tidak segan-segan turun kebawah
bergaul dengan masyarakat biasa, untuk mengembangkan ide dan cita-citanya yang
hendak merombak status sosial kaum wanita, dan cara-cara kehidupan dalam masyarakat
dengan semboyan : “Kita harus membuat
sejarah, kita mesti menentukan masa depan kita yang sesuai dengan keperluan
serta kebutuhan kita sebagai kaum wanita dan harus mendapat pendidikan yang
cukup seperti halnya kaum laki-laki”.
Dengan melanggar segala
aturan-aturan adat pada saat itu, Raden Ajeng Kartini mendapat kesempatan untuk
melanjutkan pendidikannya yang setara dengan pendidikan kaum penjajah belanda
pada waktu itu, beliau sempat mempelajari kegiatan-kegiatan kewanitaan lainnya.
Dengan pengetahuan serta pengalaman yang didapatnya, Raden Ajeng Kartini secara
berangsur-angsur dan setahap demi setahap tapi pasti berusaha menambah
kehidupan yang layak bagi seorang kaum wanita.
Perkawinan Raden Ajeng Kartini pada
tahun 1903 dengan Raden Adipati Joyoningrat Bupati Rembang mengharuskan beliau
mengikuti suami, dan di daerah inilah beliau dengan gigih meningkatkan
kegiatannya dalam dunia pendidikan. Raden Ajeng Kartini mempunyai kegemaran
membaca, baik buku maupun majalah. Dengan banyak membaca, pikiran Raden Ajeng
Kartini menjadi terbuka. Melalui bacaan pula ia dapat mengetahui kemajuan
wanita-wanita Eropa. Inilah yang membuat niat Raden Ajeng Kartini mendirikan
sekolah bagi kaum wanita. Serta peranan Suami, dalam usaha Raden Ajeng Kartini
Meningkatkan perjuangan sangat menentukan pula karena dengan dorongan dan
bantuan suaminyalah beliau dapat mendirikan sekolah kepandaian putri dan
disanalah beliau mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit
menjahit serta kepandaian putri lainnya.
Raden Ajeng Kartini adalah pelopor
emansipasi wanita Indonesia. Usaha-usaha beliau dalam meningkatkan kecerdasan
untuk bangsa indonesia dan kaum wanita, khususnya melalui sarana-sarana
pendidikan dengan tidak memandang tingkat dan derajat, apakah itu bangsawan
atau rakyat biasa. Semuanya mempunyai hak yang sama dalam segala hal, bukan itu
saja karya-karya beliau, persamaan hak antara kaum laki-laki dan kaum wanita
tidak boleh ada perbedaan. Beliau juga mempunyai keyakinan bahwa kecerdasan
rakyat untuk berpikir, tidak akan maju jika kaum wanita ketinggalan.
Pada masa mudanya Kartini pernah
menulis surat kepada Stella Zeehandelaar dan Prof. F.K. Anton di Belanda. Dalam
suratnya kartini memimpikan perubahan dalam masyarakat Indonesia, khususnya
wanita Indonesia. Surat kartini dikumpulkan dan diterbitkan oleh J.H. Abendanon
pada tahun 1912. Kumpulan surat kartini itu diterbitkan dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Inilah perjuangan Raden Ajeng Kartini yang telah berhasil menampakkan kaum
wanita ditempat yang layak, yang mengangkat derajat wanita dari tempat gelap
ketempat yang terang benderang.
Raden Ajeng Kartini meninggal dunia
dalam usia 25 tahun, beliau pergi meninggalkan Bangsa Indonesia dalam usia yang
relatif muda, yang masih penuh dengan cita-cita perjuangan dan daya kreasi yang
melimpah.
Tetapi perjuangan serta cita-cita
beliau tetap berkumandang dan berkembang, terbukti dalam masa pembangunan
sekarang ini tidak sedikit kaum wanita yang memegang peranan penting, baik
dalam pemerintahan dalam bidang swasta sesuai dengan profesi masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Purwantara
Suhadi, Teguh Sihono. 2005. Bimbingan Pembelajaran Pengetahuan Sosial 5.
Surakarta: Mediatama.
Saidihardjo. 2004. Cakrawala
Pengetahuan Sosial SD Kelas 5. Solo: PT Wangsa Jatra Lestari.