twitter


BAB   I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang cinta damai, tatepi kita lebih mencintai kemerdekaan. Kemerdekaan wajib dipertahankan walaupun nyawa sebagai taruhannya. Setelah para pemimpin bangsa berjuang mempertahankan kemerdekaan secara fisik tak juga berhasil maka para pemimpin kita melakukan perjuangan melalui meja perundingan.
Berikut adalah beberapa usaha mempertahankan kemerdekaan melalui jalan damai atau melalui meja perundingan.
B.           Rumusan Masalah
1.      Apa sebab-sebab diadakannya perjanjian?
2.      Bagaimana perisiwa perjanjian linggarjati?
3.      Bagaimana perisiwa perjanjian renville?
4.      Bagaimana perisiwa perjanjian roem-royen?
5.      Bagaimana perisiwa konferensi meja bundar?
C.          Tujuan
1.      Mengetahui sebab-sebab diadakannya perjanjian.
2.      Mengetahui perisiwa perjanjian linggarjati.
3.      Mengetahui perisiwa perjanjian renville.
4.      Mengetahui perisiwa perjanjian roem-royen.
5.      Mengetahui perisiwa perjanjian meja bundar. 


BAB II
PEMBAHASAN
A.       Sebab-sebab Diadakannya Perjanjian
Perjanjian adalah persetujuan antar negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya. Sebab-sebab diadakannya perjanjian tersebut berawal dari kemarahan NICA yang menemukan kenyataan bahawa pemerintahan republic Indonesia telah berjalan dengan efektif. Pihak NICA marah karena mereka merasa sebagai pihak yang berhak menguasai Indonesia . Tentara NICA yang berhasil menyusup masuk di antara pasukan Inggris kemudian berhasil membuat pemerintahan di Jakarta dan memprovokasi bekas interniran untuk melakukan terror di wilayah republic Indonesia. Selain itu, NICA juga berhasil mendaratkan 800 marinir Belanda di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1945 yang mendapat protes keras dari pihgak Republik. Tindakan NICA dan tentara sekutu menimbulkan konflik bersenjata di setiap wilayah.
B.        Perjanjian Linggarjati
Perundingan Linggarjati berlangsung tanggal 10 November 1946 di Linggarjati. Perundingan Linggarjati merupakan perundingan antara RI dengan Komisi Umum Belanda. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh PM. Syahrir. Delegasi Belanda dipimpin oleh Schermerhorn. Perundingan Linggarjati dipimpin oleh Lord Killearn di Inggris (sebagai perantara). Tanggal 15 November 1946 naskah persetujuan Linggarjati diumumkan di Jakarta.
Hasil perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut :
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
b. Belanda harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949
c. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara federal, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu Negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
d. RepubliK Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
e. Pengakuan secara de facto Belanda terhadap RI, meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Secara de Jure (hukum) status hubungan Internasional Indonesia tidak jelas, tidak ada penegasan dalam perjanjian apakah Indonesia dapat melakukan hubungan internasional atau tidak. Terjalinnya hubungan diplomasi dengan negara lain inilah yang memicu pertentangan lebih lanjut antara Indonesia-Belanda.
Terjadi pro dan kontra mengenai perjanjian Linggarjati tetapi akhirnya Indonesia menandatangani perjanjian ini pada 25 Maret 1947 dengan alasan :
1. Adanya keyakinan bahwa bagaimanapun juga jalan damai merupakan jalan yang paling baik dan aman untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia.
2. Cara damai akan mendatangkan simpati dan dukungan internasional yang harus diperhitungkan oleh lawan.
3. Keadaan militer Indonesia yang masih lemah jika menyetujui perundingan memungkinkan Indonesia memperoleh kesempatan untuk memperkuat militer.
4. Jalan diplomasi dipandang sebagai jalan untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan dan penegakan Negara RI yang berdaulat.
Pihak Belanda melanggar perjanjian Linggarjati dengan melakukan serangan pada tanggal 21 Juli 1947 yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I
Agersi Militer Belanda I (21 Juli- 5 Agustus 1947)
Agresi Militer Belanda I atau Operasi Produk adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Agresi yang merupakan pelanggaran dari Persetujuan Linggajati ini menggunakan kode "Operatie Product”.
Agresi Militer Belanda I dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat dan penafsiran yang semakin memuncak mengenai ketentuan-ketentuan persetujuan Linggarjati. Pihak Belanda beranggapan bahwa Republik Indonesia berkedudukan sebagai Negara persemakmurannya. Sementara itu pihak Republik Indonesia beranggapan bahwa dirinya adalah sebuah Negara merdeka yang berdaulat penuh. Belanda berpendapat bahwa kedaulatan RI berada di bawah Belanda sehingga RI tidak boleh melakukan hubungan diplomasi dengan negara lain. Belanda secara terang-terangan melanggar gencatan senjata.
Tanggal 27 Mei 1947 Belanda menyampaikan nota/ ultimatum kepada Pemerintah RI yang harus dijawab dalam waktu 14 hari (2 minggu). July 21 1947, Jam 06.00 komandan pos Ankatan Laut Republik Indonesia (ALRI) di Pasir Putih yang berpangkat Letnan memberi laporan lewat telepon ke markasnya di Panaroekan tentang munculnya Kapal kapal perang Belanda, ia berpendapat kapal kapal itu melakukan Manuver.
Jam 10.04 pagi kapal pemburu torpedo “Piet Hein” menghujani markas ALRI tersebut dengan tembakan meriam.Dalam waktu 10 menit kapal itu memuntahkan kurang lebih 200 peluru Britan. Itulah awal Pendaratan Pasukan Belanda di Pasir Poetih,yang bertugas memutuskan hubungan ujung timur pulau Jawa dari bagian Jawa yang lainya dalam Agresi Militer Belanda I. Sore harinya Kolone Biru (Colone Blauw/ E inco) Belanda di bawah komando Lt.Kol. H.A.G. van der Hardt Aberson 15-11-1946 / 18-01-1948 bertolak dari Pasir Poetih menuju Jember lewat Panaroekan-Sitoebondo-Bondowoso.Pasukan itu di awali dengan tank Sherman. Di kota Panaroekan-Sitoebondo meraka mendapat perlawanan dari para pejuang Republik yang hanya bersaenjatakan tombak dan granat tangan,mengingatkan meraka pada perang sucidi masa lampau,korban di pihak para pejuang Republik sangat besar. Di selatan Sitoebondo Para pejuang Republik berusaha menahan serangan dari dalam parit dan bunker buatan.tapi karena kalah unggul dalam persenjataan, terpaksa mereka menarik mundur.Pertempuran terakhir terjadi di Pabrik Gula Prajekan, dimana tersimpan 30.000 ton gula. Malamitu Kolone mariner tersebut menginap di dalam Bangunan Pabrik.
Tujuan dilakukan Agresi Militer Belanda I adalah sebagai berikut :
1) Mengepung ibu kota dan menghancurkan kedaulatan Republik Indonesia (tujuan politik)
2) Merebut pusat penghasilan makanan dan bahan eksport (tujuan ekonomi)
3) Menghancurkan TNI (tujuan militer)
Reaksi dunia dengan adanya Agresi Militer Belanda I yaitu, Pemerintah India dan Australia mengajukan resolusi ke Dewan Keamanan PBB. Amerka Serikat mengeluarkan himbauan agar pihak Belanda dan Republik Indonesia menghentikan tembak menebak. Polandia dan Uni Soviet mendesak agar pasukan Belanda ditarik dari wilayah Republik Indonesia. Akibat tekanan dari berbagai negara tersebut maka pada tanggal 4 Agustus 1947 Belanda bersedia menghentikan agresinya.
C.    Perjanjian Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Keinginan Belanda untuk terus memperluas wilayah kekuasaannya, yang kemudian dikenal dengan garis demarkasi Van Mook, yaitu garis terdepan dari pasukan Belanda setelah Agresi Militer sampai perintah genctan senjata Dewan Keamanan PBB tanggal 4 Agustus 1947. Untuk mengatasi konflik Indonesia-Belanda maka dibentuklah komisi jasa baik yaitu Komisi Tiga Negara (KTN). Tujuannya untuk membantu Indonesia-Belanda menyelesaikan konflik.
Dalam hal ini Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul van Zeeland. Indonesia memilih Australia yang diwakili oleh Richard Kirby. RI dan Belanda memilih Amerika Serikat yang diwakili oleh Frank Graham.
Akhirnya KTN dapat mempertemukan wakil-wakil Belanda dan RI di meja perundingan yaitu di kapal Renville milik USA yang berlabuh di Tanjung Priok pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948. Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM. Amir Syarifuddin. Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo. Penengah perundingan adalah KTN.
Isi persetujuan Renville adalah sebagai berikut:
1. Belanda tetap berkuasa sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat
2. RI sejajar kedudukannya dengan Belanda dalam Uni Indonesia Belanda.
3. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.
4. RI merupakan Negara bagian dalam RIS.
5. Dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk konstituante RIS.
6. Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda harus dipindahkan ke daerah RI.
Sebenarnya banyak pemimpin Negara RI menolak persetujuan Renville tersebut tetapi akhirnya mereka bersedia menyetujui. Hal tersebut dikarenakan adanya pertimbangan sebagai berikut:
a. Persediaan amunisi yang menipis
b. Adanya kepastian bahwa penolakan berarti serangan baru dari pihak Belanda secara lebih hebat.
c. Adanya keterangan dari KTN bahwa itulah maksimum yang dapat mereka lakukan. 
d. Tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menolong.
e. Bagi RI menandatangani persetujuan Renville merupakan kesempatan yang baik untuk membina kekuatan militer.
f. Timbul simpati dunia yang semakin besar karena RI selalu bersedia menerima petunjuk KTN, 
Akibat dari perjanjian Renville :
     Wilayah Indonesia menjadi semakin sempit. Bagi kalangan politik, hasil perundingan ini memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi. Bagi TNI, hasil perundingan ini menyebabkan sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah dibangun harus ditinggalkan. Muncul berbagai ketidak puasan akibat perundingan ini.
 Sementara itu Belanda membentuk Negara-negara bonekanya yang terhimpun dalam organisasi BFO (Bijeenkomst voor Federal Overlg) yang disiapkan untuk pertemuan musyawarah federal.
Suasana perundingan melalui penengah KTN pada awal Desember 1948 memulai menemui jalan buntu. Pada tanggal 11 Desember 1948, Belanda mengatakan bahwa tidak mungkin lagi dicapai persetujuan antara kedua belah pihak. Empat hari kemudian Wakil Presiden Mohammad Hatta meminta KTN untuk mengatur perundingan dengan Belanda. tetapi Belanda menjawab pada tanggal 18 Desember 1948, pukul 23:00 malam, bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan Persetujuan Renville. Lewat tengah malam atau tanggal 19 Desember 1948 pagi, tentara Belanda diterjunkan di lapangan terbang Maguwo, yang dikenal dengan istilah Aksi Militer Belanda II (2nd Dutch Military Action).
Reaksi internasional atas serangan Belanda terhadap Republik pada tanggal 19 Desember 1948 sangat keras. Negara-negara Asia, Timur Tengah dan Australia mengutuk serangan itu dan memboikot Belanda dengan cara menutup lapangan terbang mereka bagi pesawat Belanda. Dalam sidangnya pada tanggal 22 Desember 1948 Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak menembak kepada tentara Belanda dan Republik Inodnesia. Atas usul India dan Birma, Konferensi Asia mengenai Indonesia diadakan di New Delhi pada tanggal 20 Desember 1949. Amerika Serikat, Kuba, dan Norwegia mendesak Dewan Keamanan untuk membuat resolusi yang mengharuskan dilanjutkannya
perundingan.
Pada tanggal 24 Januari 1948, Konferensi Asia di New Delhi mengirimkan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB, yang antara lain menuntut dipulihkannya Pemerintah Republik ke Yogyakarta; dibentuknya Pemerintahan Interim; ditariknya tentara Belanda dari seluruh Indonesia; dan diserahkannya kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat, pada tanggal 1 Januari 1950. 
Atas usul Amerika Serikat, Tiongkok, Kuba, dan Norwegia, pada tanggal 28 Januari
1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang mengharuskan kedua belah pihak menghentikan permusuhan, dipulihkannya pemerintah pusat Republik Indonesia ke Yogyakarta; dilanjutkannya perundingan; dan diserahkannya kedaulatan kepada Indonesia pada waktu yang disepakati.
Agresi Militer Belanda II
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Agresi Militer Belanda II dilatar belakangi oleh Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan berusaha untuk mengingkari perjanjian Renville. 18 Desember 1948 Belanda mengeluarkan surat pernyataan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan persetujuan gencatan perang Renville. Tetapi surat pernyataan tersebut tidak dapat disampaikan ke pemerintahan pusat di Yogyakarta sebab dilarang oleh Belanda.
Pelaksanaan Agresi Militer Belanda II yaitu:
1. Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan serangan terhadap kota Yogyakarta.
2. Tepatnya pada pukul 05.30 Belanda melakukan aksi membom pangkalan udara Maguwoharjo (Lapangan Udara Adisucipto) yang dilanjutkan dengan menghancurkan bangunan-bangunan penting dan akhirnya merambat ke pusat kota Yogyakarta dan berhasil menguasainya.
3. Belanda berhasil menawan presiden Soekarno, wakil presiden Moh Hatta, Syahrir (penasehat presiden),H. Agus Salim (Menlu).
4. Sebelum ditawan presiden berhasil mengirimkan surat pemberian kekuasaan kepada Menetri Kemakmuran Syafruddin (Syarifuddin) Prawironegoro untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI) di Sumatera. Jika Syarifuddin tidak dapat menjalankan tugasnya maka presiden memerintahkan kepada Sudarsono, L.N. Palar, dan A.A Maramis yang ada di New Delhi untuk membentuk pemerintahan RI di India.
5. Belanda akhirnya menguasai Yogyakarta dan TNI berhasil dipukul mundur hingga ke desa-desa.
6. Belanda menganggap TNI telah kalah tetapi ternyata TNI dapat tetap mengumpulkan kekuatan untuk melawan Belanda.
7. Sementara Belanda menyiarkan kabar ke seluruh dunia bahwa TNI sudah lemah dan RI sudah tidak ada lagi.
8. Belanda melakukan sensor pers agar berita tersebut tidak tersiar keluar. Tetapi ternyata dari radio gerilya Indonesia dapat disiarkan berita perlawanan rakyat hingga ke luar negeri.
9. Akhirnya setelah 1 bulan dari agresi tersebut TNI mulai melakukan gerakan menyerang kota-kota. Serangan yang terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, dan berhasil menduduki kota Yogyakarta. Hal tersebut membuktikan kepada dunia bahwa TNI tidak hancur mereka masih mempunyai kemampuan bahkan mampu menyerang Belanda. Sehingga Belanda akhirnya mau membicarakan dalam meja perundingan.
Tujuan Belanda menyelenggarakan Agresi Militer II yaitu Belanda ingin menujukkan kepada dunia bahwa pemerintah Republik Indonesia dan TNI secara de facto tidak ada lagi. Tindakan perjuangan secara diplomatik yang dilakukan untuk menggagalkan tujuan Belanda, yaitu :
a. Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Agresi Militer Belanda II merupakan tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville)
b. Meyakinkan dunia bahwa Indonesia cinta damai, terbukti dengan sikap menaati hasil Perundingan Renville dan penghargaan terhadap KTN.
c. Membuktikan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini ditunjukkan dengan eksistensi PDRI dan keberhasilan TNI menguasai Yogyakarta selama enam jam pada Serangan Umum 1 Maret 1949.
Upaya Indonesia menarik simpati Amerika serikat hingga akhirnya mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah Indonesia. Dewan Keamanan PBB juga mendesak Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia. Desakan tersebut membuat Belanda mengakhiri agresi militer II.
D.        Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian Roem Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949, kemudian dibacakan kesanggupan kedua belah pihak untuk melaksanakan resolusi dewan keamanan PBB tertanggal 28 januari 1949 dan persetujuannya tanggal 23 Maret 1949.
Guna menjamin terlaksananya penghentian Agresi Militer Belanda II maka PBB menganti KTN dengan membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia) yaitu komisi PBB untuk Indonesia.
Komisi ini selanjutnya mempertemukan Indonesia dan Belanda ke meja perundingan pada tanggal 14 April 1949. Dimana Delegasi RI dipimpin oleh Mr. Moh. Roem (ketua), Mr. Ali sastro Amijoyo (wakil) sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J. H Van Royen. Perundingan diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dipimpin oleh Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat.
Perundingan ini mengalami hambatan sehingga baru pada awal Mei 1949 terjadi kesepakatan. Isi Perjanjian Roem-Royen (Roem-Royen Statement) sebagai berikut:
a. Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah RI untuk:
1) Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
2) Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
3) Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
b. Pernyataan Delegasi Belanda yang dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen yaitu:
1) Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi karisidenan Yogyakarta.
2) Pemerintah Belanda membebaskan tak bersyarat pemimpin-pemimpin dan tahanan politik yang tertangkap sejak 19 Desember 1948.
3) Pemerintah Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat
4) KMB di Den Haag akan diadakan selekasnya sesudah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Sejak bulan Juni 1949, berlangsung persiapan pemulihan pemerintahan Indonesia di Yogyakarta. Persiapan itu berlangsung di bawah pengawasan UNCI. Sejak tanggal 24-29 Juni 1949, tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta. TNI akhirnya memasuki kota Yogyakarta. Pada 6 Juni 1949, presiden, wakil presiden, serta para pemimpin lainnya kembali ke Yogyakarta.
Sebagai tindak lanjut perjanjian Roem-Royen, pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan antara RI, BFO, dan Belanda yang hasilnya sebagai berikut.
a. Tanggal 24 Juni 1949, keresidenan Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda. Pada tanggal 1 Juli 1949, pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah tentara Republik menguasai sepenuhnya.
b. Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintahan RI ke Yogayakarta
c. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan di Den Haag
E.  Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar dilatarbelakangi oleh usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Bundar.
Realisasi dari perjanjian Roem-Royen adalah diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Konferensi tersebut berlangsung selama 23 Agustus sampai 2 November 1949. Konferensi ini diikuti oleh delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan UNCI.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh J. H Van Maarseveen. Sebagai penengah adalah wakil dari UNCI oleh Critley R. Heremas dan Marle Cochran.
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai kepala Negara Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat. Pelaksanaan KMB terus dipantau oleh Badan Pekerja KNIP. Pada tanggal 23 Oktober 1949 Badan Pekerja KNIP telah menerima keterangan pemerintah mengenai pembicaraan dalam sidang-sidang KMB yang disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Sri Sultan Hamengkubuono IX. Hal lengkap KMB disampaikan Perdana Menteri Mohammad Hatta pada Sidang Pleno KNIP tanggal 6 hingga 15 Desember 1949. KNIP menerima hasil KMB dengan 226 setuju, 62 tidak setuju, dan 31 suara blangko. PErsetujuan KNIP itu diberikan dalam dua bentuk, yakni sebuah maklumat dan dua buah undang-undang. Maklumat KNIP diumumkan Presiden RI pada tanggal 14 Desember 1949, berisi tentang negara Repbulik Indonesia Serikat memegang kedaulatan atas seluruh wilayah; dan bahwa alat perlengkapan RI disumbangkan kepada RIS untuk menegakkan kedaulatannya.
Dua undang-undang yang disetujui KNIP adalah Undang-Undang No. 10 yang berisi mengenai Induk Persetujuan KMB dan masalah kedaulatan dari Belanda kepada RIS. SEdangkan Undang-Undang No. 11 berisi mengenai draf final Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Persetujuan KNIP atas hasil KMB melancarkan jalan bagi terbentuknya Republik Indonesia Serikat, sebagaimana diharuskan oleh KMB. Pada tanggal 14 Desember 1949 delegasi RI dan delegasi negara-negara bagian, yang tergabung dalam BFO menandatangani Piagam Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Dengan piagam ini resmilah pula negara-negara tersebut menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
        Pada tanggal 15 Desember 1949, Dewan Pemilih Presiden RIS dibentuk. Dewan ini diketuai oleh Mr. Mohammad Roem. Pada tanggal 16 Desember dewan ini memilih calon tunggal Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS. Pelantikan dilaksanakan di Siti Hinggil, Kraton Kesultanan Yogyakarta para tanggal 17 Desember 1949. Selanjutnya Presiden Soekarno secara resmi menunjuk Drs. Mohammad Hatta sebagai formatur kabinet. Pada tanggal 20 Desember Kabinet RIS yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Hatta dilantik. Karena Presiden RI, Soekarno dan WAkil PResiden, Mohammad Hatta menduduki jabatan barunya dalam RIS, maka untuk melaksanakan fungsinya di Negara Republik Indonesia, ditunjuk Mr. Assaat sebagai pejabat (Acting) Presiden RI yang tetap berkedudukan di Yogyakarta. Republik Indonesia dalam status sebagai negara bagian RIS dikenal juga sebagai RI Yogyakarta dengan dr. Abdul Halim sebagai Perdana Menteri. 
Dengan telah selesainya pembentukan RIS dan kabinetnya, maka "penyerahan kedaulatan" dari tangan Belanda kepada RIS sebagaimana diatur dalam KMB dapat dilaksanakan. Pemerintah RIS menunjuk Perdana Menteri Mohammad Hatta untuk memimpin delegasi RI ke negeri Belanda untuk menerima naskah penyerahan kedaulatan langsung dari Ratu Yuliana. Sedangkan di Jakarta wakil RIS, Sei Sultan Hamengkubuwono IX menerimanya dari Wakil Mahkota Belanda A.H.J Lovink. Upacara dilaksanakan di dua tempat secara bersamaaan pada tanggal 27 Desember 1949.

BAB III
PENUTUP 
A.      Kesimpulan
Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil kerja keras dari seluruh wilayah Indonesia. Kedaulatan yang diraih adalah sebuah perjuangan tiap-tiap daerah pada masa revolusi. Upaya bangsa Indonesia untu memepertahankan kemerdekaan dilakukan melalui 2 cara, yaitu upaya diplomasi dan fisik (konfrontasi). Salah satu upaya mempertahankan keutuhan RI melalui jalur diplomasi yaitu diadakannya perjanjian-perjanjian seperti :
1.      Perjanjian Linggarjati, 25 Maret 1947
Ditanda tangani oleh :
1)       Indonesia diwakili  Sutan Syahrir
2)       Belanda diwakili Wim Scermerhorn dan H.J. van Mook
3)       Mediator Lord Killearn dari Inggris
Isi perjanjian :
1)       Belanda mengakui kedaulatan NKRI atas Sumatera, Jawa dan Madura
2)       Kesepakatan antara 2 belah pihak untuk membuta negara serikat yang tergabung       dalam negara persemakmuran Belanda
2.      Perjanjian Renville, 17 Januari 1948
Ditanda tangani oleh :
1)       Indonesia  diwakili  PM. Amiri Syarifuddin Harahap
2)       Belanda diwakili  Kolonel KNIL R. Abdul Kadir  Wijoyoatmojo
3)       Amerika Serikat sebagai negara netral diwakili oleh Fran Porter Graham
Isi perjanjian :
1)       Belanda mengakui wialayah RI yang terdiri dari Jawa Tengah, Yogyakartda dan Sumatera
2)       Disetujuinya adanya garis demakrasi yang menjadi pemisah antara wilayah kekuasaan RI dan Belanda
3.             Perjanjian Roem – Royen, 7 Mei 1949
Ditanda tangani oleh :
1)       Indonesia diwakili Muhammad Roem
2)       Belanda diwakili Herman Van Roijen
Isi perjanjian :
1)       Kesepakatan aktivitas genjatan senjata antara dua pihak
2)       Indonesia kembali menjadikan Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan
3)       Indonesia ikut dalam KMB
4.            Perjanjian KMB, 23 Agustus 1949
1)       Indonesia
2)       Belanda
Isi perjanjian :
1)       Penyerahan kedaulatan wilayah kepada RIS kecuali Papua Barat (diselesaikan 1 tahun kemudian)
2)       Dibentuknya persektuan Belanda – Indonesia dan pembilalihan hutang Belanda oleh Indonesia
B.        Saran
Mempertahankan kemerdekaan menjadi kewajiban kita semua. Kita dapat mengambil pelajaran dari perundingan-perundingan. Itu artinya kita khususnya mahasiswa sebagai penerus bangsa yang nantinya akan membentengi Indonesia harus memiliki rasa nasionalisme. Selain itu kita sebagai mahasiswa wajib meneruskan perjuang para pahlawan kita untuk terus mengharumkan nama bangsa. Namun selama ini penerapannya banyak yang melenceng dari sasaran.

DAFTAR PUSTAKA 
http://asagenerasiku.blogspot.com/2012/04/perjuangan-mempertahankan-kemerdekaan.html
http://pelajaran-jitu.blogspot.com/2011/07/konferensi-meja-bundar.html
http://rantypebriantika.blogspot.com/2011/05/makalah-sejarah-ktn.html

0 komentar:

Posting Komentar